Pemerintah memberikan sinyal akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto akan menyampaikan hasil evaluasi harga BBM ke Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat.
Evaluasi masih dilakukan dalam satu sampai dua hari ini. "Minggu ini akan kami laporkan kepada Bapak Presiden," kata Airlangga usai menghadiri rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (24/8).
Namun, ia belum bisa memastikan apakah harga pertalite akan naik. "Akan dilaporkan terlebih dahulu," kata dia.
Menurutnya, anggaran subsidi energi yang tersedia hanya sebesar Rp 502 triliun. Untuk itu, pemerintah mempertimbangkan beberapa alternatif agar anggaran tidak membengkak, salah satunya dengan menaikkan harga BBM.
Ia mengatakan, kenaikan harga BBM akan berdampak pada daya beli masyarakat hingga mengerek inflasi. Untuk itu, pemerintah tengah memperhitungkan efek dari kenaikan harga BBM tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah mempertimbangkan berbagai hal sebelum memutuskan harga BBM naik. Salah satunya, pemerintah menimbang potensi keterbatasan energi di akhir tahun karena kebutuhan meningkat.
"Harganya bisa meningkat, Mau masuk musim dingin di luar (negeri)," ujar dia.
Untuk itu, pemerintah tengah mengupayakan pasokan BBM hingga listrik di dalam negeri. "Ini untuk manfaatkan maksimum capacity base load dalam negeri," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menghitung butuh tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi hingga Rp 700 triliun untuk menahan harga BBM agar tidak naik. Namun, ruang untuk menambah anggaran tersebut bergantung pada kinerja penerimaan negara.
Saat ini pemerintah menganggarkan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502,4 triliun atau butuh tambahan sekitar Rp 198 triliun bila akan menahan harga BBM subsidi.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menyebut hingga kini belum jelas sumber anggaran bila hendak menambal BBM subsidi. "Kalau kemudian penerimaan negara melandai menjadi biasa-biasa saja, itukan berarti sudah diperhitungkan Rp 502,4 triliun, tambah lagi dari mana?" kata Isa kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Rabu (24/8).