MK Tolak Gugatan UU Pers yang Diajukan Tiga Wartawan

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wsj.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman bersiap memimpin sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
31/8/2022, 14.03 WIB

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang diajukan tiga wartawan. Hakim konstitusi mengatakan permohonan yang diajukan para pemohon tak beralasan menurut hukum.

Putusan tersebut termaktub dalam amar putusan perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021. "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan di Jakarta, Rabu (31/8) dikutip dari Antara.

Gugatan ini diajukan oleh Heintje Grontson Mandagie, Soegiharto Santoso, dan Hans Kawengian pada 12 Agustus 2021 lalu. Mereka mengatasnamakan diri sebagai anggota Dewan Pers Indonesia.

Para pemohon mendalilkan inkonstitusionalitas pada Pasal 15 ayat (2) dan ayat (5) UU Pers dengan alasan menimbulkan ketidakjelasan tafsir. Mereka beranggapan hal tersebut membuat Dewan Pers menafsirkan kata 'memfasilitasi" menjadi memonopoli dan mengambil peran organisasi pers dalam menyusun aturan di bidang pers.

Pemohon juga menyampaikan dalil bahwa Dewan Pers telah melampaui kewenangan membuat keputusan dengan mengambil wewenang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk menggelar Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Padahal tidak ada pasal dalam UU Pers mengatur kewenangan tersebut.

Pemohon juga mengaku telah mendirikan lembaga sertifikasi yang bersertifikat dari BNSP untuk melaksanakan UKW.  Selain itu para pemohon juga mengatakan ketidakjelasan tafsir dalam Pasal 15 ayat (2) mengakibatkan mereka tak mendapatkan penetapan sebagai anggota Dewan Pers lewat Keputusan Presiden.

Ini bukan pertama kalinya MK menolak gugatan soal UU Pers. Pada 4 Mei 2021 lalu, para hakim menolak permohonan uji materi UU tersebut dari pemohon yang merupakan seorang mahasiswa.

Saat itu hakim MK menilai pokok permohonan mahasiswa bernama Charlie Wijaya tersebut kabur. Hakim mengatakan ada ketidaksesuaian rumusan dalil atau posita dengan hak yang dimintakan dalam gugatan.

Dewan Pers sendiri sejak Oktober 2021 telah berharap agar MK menolak judicial review terhadap UU Pers. Dewan mengatakan implementasi Pasal 15 ayat (2) ini lahir dari konsensus organisasi pers agar menciptakan regulasi yang dapat memayungi seluruh insan pers.

"Pemerintah juga telah menyebut para pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak-tidaknya dihalangi hak konstitusionalnya dengan ketentuan Pasal 15," kata Ketua Dewan Pers saat itu, Muhammad Nuh pada Minggu, 17 Oktober 2021 lalu. Saat ini posisi Nuh telah digantikan oleh Prof. Azyumardi Azra.

Reporter: Antara