Kajian INFID: Pendidikan di RI Membaik, Tapi Ketimpangan Memburuk

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani//foc.
Ilustrasi. INFID menilai, kemajuan SDGs Indonesia yang paling signifikan berada di tujuan keempat yakni pendidikan berkualitas dan tujuan keluma yakni kesetaraan gender.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Agustiyanti
15/9/2022, 20.17 WIB

Pemerintah mempunyai sejumlah pekerjaan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG's). International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), menemukan tujuan pendidikan mengalami kemajuan progresif, tetapi pengurangan kesenjangan mengalami kemunduran.

Program Officer SDGs INFID Angelika Fortuna Dewi Rusdy mengatakan, kemajuan SDGs yang paling signifikan berada di tujuan keempat yakni pendidikan berkualitas dan tujuan keluma yakni kesetaraan gender. "Walaupun ada berbagai tantangan, ada beberapa kemajuan yang dinilai cukup progresif," kata Angelika di Jakarta, Kamis (15/9).

Menurut dia, tujuan pendidikan berkualitas mendapatkan nilai 46%. Ini lantaran alokasi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke sektor pendidikan ditetapkan minimal 20%.

Sementara, kesetaraan gender mendapatkan nilai 45%. Kemajuan ditandai dengan langkah pemerintah mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada April 2022.

Di sisi lain, tujuan ke-10 yakni mengurangi ketimpangan masih mendapatkan nilai terendah, yaitu 31%. Ini karena pemerataan ekonomi masih menjadi kendala.

"Implementasi kebijakan ekonomi terhadap pengurangan ketimpangan belum berjalan dengan maksimal," ujar dia.

Menurutnya, 10% penduduk terkaya di Indonesia memiliki lebih dari 50% aset kekayaan. Ini menunjukkan jurang kesenjangan semakin melebar.

World Inequality Report 2022 juga menyebutkan, ketimpangan pendapatan semakin lebar sejak 1980. Hal ini terjadi meskipun sudah ada kebijakan ekonomi yang berusaha mengurangi ketimpangan pendapatan.

Selain itu, tujuan ketujuh SDG's yakni energi besih dan terjangkau mendapatkan skor 34%. INFID menyebutkan, komitmen iklim Indonesia justru mengarah pada peningkatan karbon. Kondisi ini ditandai dengan pengesahan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

"UU ini sebagai bentuk kurangnya komitmen Indonesia untuk mendorong transisi energi yang lebih berkelanjutan," kata Angelica.

Ia menyebutkan, hambatan implementasi SDGs juga terjadi karena gap pengetahuan antara rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah. Selain itu, sosialisasi SDGs masin kurang. Tak hanya itu, 82% organisasi masyarakat sipil mengakui keterbatasan informasi untuk terlibat dalam SDGs.

"Hal ini berdampak pada kurangnya partisipasi masyarakat sipil," ujarnya.

Untuk itu, INFID merekomendasikan pemerintah untuk meninjau ulang dan menghapus aturan yang bertentangan dengan tujuan SDGs. Pemerintah juga diminta meningkatkan kapasitas kementerian lembaga dan pemerintah daerah terhadap SDGs.

Temuan INFID ini dirilis berdasarkan riset menggunakan penelitian kualitatif untuk memahami situasi dengan cepat. Penelitian diawali dengan survei yang diisi oleh 66 repsonden perwakilan organisasi masyarakat sipil. Proses ini dilakukan pada 15-27 Juli 2022.

Proses kedua yaitu focus group discussion yang dihadiri perwakilan organisasi masyarakat sipil. Ini dilakukan pada 11 Agustus 2022. Selanjutnya, penelitian diakhiri dengan proses expert review pada 25 Agustus 2022.

Reporter: Rizky Alika