Program konversi kompor elpiji menjadi kompor induksi dinilai bakal menimbulkan dampak negatif bagi penerima manfaat. Program ini ditujukan untuk pengguna elpiji 3 kg dari kelompok pelanggan subsidi listrik 450 volt ampere (VA) dan 900 VA.
Konversi kompor listrik bisa meningkatkan serapan daya listrik pengguna yang berpotensi pada membengkaknya tagihan tarif listrik bulanan masyarakat. Beberapa pengamat menilai pemerintah harus mengeluarkan aturan yang mengatur tarif listrik kompor induksi, khususnya bagi para keluarga penerima manfaat atau KPM.
Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan, walau pemerintah membebaskan biaya untuk pengadaan kompor induksi hingga proses instalasi tambah daya listrik, KPM bakal menanggung biaya untuk membeli peralatan memasak yang sesuai dengan spesifikasi kompor induksi.
"Harus ada insentif juga untuk jangka panjang, terutama pada peralatan memasaknya. Karena kalau dibebankan kepada orang miskin itu akan menambah beban biaya hidup," kata Bhima kepada Katadata.co.id, Selasa (20/9).
Bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Bhima mengusulkan agar pemerintah lebih mengedepankan jaminan subsidi energi ketimbang memberikan paket kompor Induksi. Alasannnya, kata Bhima, penggunaan kompor induksi tak sanggup untuk menopang mobilitas pelaku usaha yang bergerak di bidang kuliner.
Menurutnya, pemerintah harus segera mengubah aturan subisidi elpiji 3 kg dari skema terbuka menjadi skema tertutup. Di sisi lain, Bhima juga mengakui bahwa penggunaan kompor induksi lebih aman daripada kompor elpiji, terutama di wilayah padat penduduk.
"Ini problematis, tahapan adaptasinya lebih lama daripada sektor rumah tangga. Karena UMKM ini perlu memasak dengan kecepatan dan kalau diganti jadi kompor listrik tentu biayanya akan lebih mahal. Elpiji 3 kg secara paralel harus ada pembatasan, hanya untuk UMKM dan kepada rumah tangga miskin," ujar Bhima.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyampaikan pemerintah harus meningkatkan infrastruktur penunjang daya listrik di daerah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T) sebelum melaksanakan program konversi kompor induksi secara masif dan menyeluruh.
"Saya kira program ini sementara diberlakukan untuk daerah-daerah yang secara infrastruktur dan kehandalan listriknya terjamin, karena khawatir saat masak tiba-tiba listrik padam atau ada perbaikan yang memakan waktu berjam-jam dan masyarakat gak makan atau gak masak," kata Mamit.
Pemerintah juga diharapkan segera menyusun aturan khusus yang mengatur tentang legalitas dan tarif listrik kompor induksi. Mekanisme lainnya seperti aturan penggunaan kompor elpiji saat sudah menerima paket kompor induksi juga perlu diatur.
Senada, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov, mengatakan pemerintah harus segera menerbitkan aturan tarif kompor listrik agar memberikan kejelasan dan ketetapan hukum bagi para penerima manfaat.
Menurut Abra, saat ini mayotitas masyarakat masih khawatir akan adanya potensi penyesuaian tarif usai PLN menaikan daya listrik mereka untuk kebutuhan kompor induksi.
PLN rencananya akan menambah jaringan listrik baru bagi pelanggan 450 VA menjadi 3.500 VA dan 900 VA menjadi 4.400 VA. Abra berharap pemerintah bisa merilis aturan tersebut dalam bentuk Peraturan Presiden atau Peraturan Kementerian ESDM.
"Persoalannya itu kan belum ada dasar hukumnya, belum ada regulasi yang mengatur. Hadirnya aturan ini agar masyarakat ini bisa terjamin. Mereka yang diberikan jalur tambahan 3.500 VA dan 4.400 VA itu tarifnya tetap tarif subsidi. Ini untuk lebih ke psikologis masyaralat, untuk meyakinkan masyarakat," kata Abra.