Nasib Hakim Agung usai Kena Dugaan Suap: Ditahan KPK, Diberhentikan MA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap kepengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam perkembangannya, Sudrajad Dimyati resmi ditahan KPK pada Jumat (23/9) malam. Tak berhenti sampai di sana, MA juga akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara untuk Sudrajad karena telah menjadi tersangka kasus dugaan suap tersebut.
Dari hasil Operasi tangkap Tangan (OTT) KPK di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9) dan Kamis (22/9), telah didapatkan 10 tersangka termasuk Sudrajad.
Kesepuluh tersangka itu antara lain, SD/Sudrajad Dimyati yang menjabat Hakim Agung MA, ETP/Elly Tri Pangestu sebagai Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA, DY/Desy Yustria selaku PNS pada Kepaniteraan MA, MH/Muhajir Habibie selaku PNS pada Kepaniteraan MA, RD/Redi selaku PNS MA, dan AB/Albasri selaku PNS MA.
Selanjutnya, YP/Yosep Parera dan ES/Eko Suparno yang merupakan Pengacara, serta HT/Heryanto Tanaka dan IDKS/Ivan Dwi Kusuma Sujanto yang merupakan pihak swasta, yakni debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Dari 10 tersangka, delapan di antaranya ditahan KPK selama 20 hari pertama, terhitung mulai 23 September sampai 12 Oktober 2022. Tersangka SD ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 serta tersangka ETP dan DY ditahan di Rutan KPK, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Tersangka MH, YP, dan ES ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat serta tersangka AB dan NA ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur.
KPK segera menjadwalkan pemanggilan terhadap tersangka IDKS dan HT untuk hadir ke Gedung Merah Putih KPK dan menghadap tim penyidik.
Sebagai penerima, tersangka SD, DY, ETP, MH, NA, dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi, tersangka HT, YP, ES, dan IDKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dikutip dari Antara, MA akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap Sudrajad Dimyati. Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain mengatakan, pemberhentian sementara itu sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
"Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, jika aparatur pengadilan itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan maka MA akan mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap aparatur tersebut guna menghadapi pemeriksaan dengan sebaik-baiknya," kata Zahrul Rabain dalam Konferensi Pers di KPK, seperti dikutip Antara Sabtu (24/9).
Zahrul menambahkan, MA akan mendukung sepenuhnya dan menyerahkan permasalahan tersebut dalam proses hukum yang berlaku sesuai dengan ketentuan perundang-undangan KPK.
"Kami akan mendukung hal ini, akan memberikan segala sesuatu yang barangkali dibutuhkan oleh KPK di dalam menuntaskan kasus ini. Kami akan memberikan data-data atau apa pun yang dibutuhkan KPK dalam hal ini," jelasnya.
Konstruksi Perkara versi KPK
Berdasarkan keterangan KPK dijelaskan, perkara bermula dari adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait aktivitas koperasi simpan pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang, yang diajukan HT dan IDKS diwakili oleh kuasa hukumnya, yaitu YP dan YS.
Ketika proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HT dan ES diduga belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut, sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada MA.
Ketika HT dan IDKS melakukan pengajuan kasasi, kuasa hukumnya, YP dan ES bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai di kepanitraan MA yang dinilai mampu menjadi fasilitator dengan Majelis Hakim. Kemudian, diduga bisa menyesuaikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.
Pegawai yang bersepakat dengan YP dan ES atas pemberian sejumlah uang ialah DY. Kemudian, DY mengajak MH dan ETP untuk turut serta menjadi penyerah uang ke Majelis Hakim.
Bersama kawan-kawannya, DY menjadi representasi dari SD serta beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara.
Kemudian, YP dan ES menyerahkan uang tunai yang berasal dari HT dan IDKS kepada DY senilai S$ 202 ribu atau setara dengan Rp 2,2 miliar.
Uang tersebut kemudian dibagikan, DY memperoleh Rp 250 juta, MH Rp 850 juta, ETP Rp 100 juta, SD Rp 800 juta.
Pada akhirnya, pihak pemberi dana mendapat keputusan sesuai keinginannya, yaitu menguatkan putusan sebelumnya yang menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.
Saat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT), tim KPK mengamankan uang sebesar S$ 205 ribu milik DY. Adapula penyerahan uang ke AB yang berjumlah sekitar Rp 50 juta.
Selain itu, KPK menduga adanya penerimaan suap lainnya yang dilakukan DY serta kawanannya, hal tersebut masih akan didalami pada proses penyidikan.
Komisioner Komisi Yudisial, Binziad Kadafi mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dan berkolaborasi dengan KPK dan MA sebagai bentuk pembenahan agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang kembali.
"Kami akan berkolaborasi, mungkin kolaborasi kemarin belum optimal, kami akan optimalkan ke depan," katanya di Gedung KPK, Jumat (23/9).