Johanis Tanak Usung Restorative Justice, Apa Plus dan Minusnya?

ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru Johanis Tanak saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Penulis: Ade Rosman
29/9/2022, 18.22 WIB

Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat hari ini, Kamis (29/09) mengesahkan Johanis Tanak sebagai wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia terpilih setelah meraih suara terbanyak mengalahkan I Nyoman Wara pada rapat Komisi Hukum yang digelar kemarin.

"Apakah laporan Komisi III terhadap hasil uji kelayakan calon anggota pengganti pimpinan anggota KPK dapat disetujui," kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Pertanyaan itu dijawab setuju oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi dalam Sidang Paripurna DPR RI.

Setelah disahkan, Johanis Tanak selanjutnya akan bertugas di Gedung Merah Putih KPK. Ia menggantikan Lili Pintauli yang mundur pada Juli lalu. Presiden Joko Widodo telah menyetujui pengunduran itu dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 71/P/2022 Tertanggal 11 Juli 2022 berisi Pemberhentian Lili Pintauli Siregar sebagai Wakil Ketua merangkap Anggota/Pimpinan KPK.

 Dalam uji kepatutan dan kelayakan, salah satu isu yang diusung Johanis adalah pentingnya pencegahan dalam pemberantasan korupsi. Salah satu caranya adalah dengan memperkuat sosialisasi dan literasi. Selain itu ia berharap agar penanganan korupsi di Indonesia menerapkan prinsip restorative justice.

Konsep restorative justice sebenarnya bukanlah hal baru di Indonesia. Mahkamah Agung telah menerapkan prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara. Dengan prinsip ini tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi.

Pro dan Kontra 

Mengenai penerapan konsep restorative justice ini, mendapat pro dan kontra. Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arteria Dahlan merupakan salah satu yang mendukung usul itu. Menurut dia usulan Johanis berani karena tidak berfokus pada penanganan yang represif dan lebih humanis.

"Ya saya menyambut baik, itu namanya terobosan, ide cerdas yang dihadirkan oleh pek Johanis Tanak," kata Arteria. ya represif.

Menurut Arteria pendekatan penanganan kasus korupsi dengan restorative justice akan lebih memberi efek. Pendekatan berita sosialisasi dan literasi akan membuat kesadaran orang tentang bahaya korupsi menjadi lebih besar dibanding hanya berfokus pada penindakan.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman