700 Ha Tanah di Pesisir Jawa Barat Tenggelam Akibat Pemanasan Global
Provinsi Jawa Barat (Jabar) merupakan salah satu daerah di Indonesia yang mengalami dampak nyata dari pemanasan global. Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, mengatakan 700 hektare (ha) lahan di pesisir Kabupaten Bekasi hingga Kabupaten Subang tenggelam akibat kenaikan permukaan air laut.
Salah satu wilayah yang tenggelam adalah Desa Bahagia. Desa yang terletak di Kabupaten Bekasi ini telah ditinggalkan oleh para penduduk karena tanahnya sudah tergenang air laut.
Selain itu, pemanasan global juga berdampak pada krisis iklim yang membuat cuaca semakin tak bisa diprediksi. Dia mencontohkan, dampak krisis iklim di Jawa Barat juga menyebabkan bencana alam yang belum pernah terjadi sebelumnya. Satu diantaranya adalah banjir bandang di Garut yang terjadi pada musim kemarau.
"Efek pemanasan global ada di sini, jangan bilang itu masih jauh. Enggak. ini 700 hektare sudah hilang karena permukaan air laut sudah naik. Saya ketemu warga di sana punya sertifikat tanah tapi tanahnya gak ada," kata Ridwan Kamil di Media Gathering SKK Migas dan KKKS di Bandung pada Senin (3/10).
Guna meminimalisir dampak pemasanan global, Gubernur Ridwan Kamil tengan menjajaki beragam program elektrifikasi seperti meningkatkan kendaraan listrik dan kompor listrik.
Pemerintah provinsi juga menetapkan aturan yang mewajibkan pemasangan panel surya di atap pabrik-pabrik industri. "Kami mulai serius, pabrik-pabrik di Jawa Barat wajib pasang panel surya," ujarnya.
Walau begitu, implementasinya belum optimal karena serapan listrik dari panel surya tak bisa diserap oleh PLN karena kondisinya yang mengalami kelebihan pasokan atau oversupply. "Energi listrik dari panas matahari itu tidak bisa diserap PLN. Katanya disuruh energi listrik energi terbarukan, tapi mitranya gak siap," jelas Kang Emil.
Dampak Pemansan Global di Indonesia
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi memaparkan ada dua pulau di Sumatra Selatan pada 2020 yang menghilang akibat kenaikan tinggi permukaan air laut, yakni Pulau Betet and Gundul.
Ahli geodesi dari Institute Teknologi Bandung, Heri Andreas, terjadi peningkatan ketinggian air laut di perairan Indonesia sebesar 3-8 mm per tahun. Perhitungan tersebut berdasarkan data satelit yang dikumpulkan ITB selama 20 tahun terakhir.
Dia menjelaskan, kondisi ini tidak hanya dialami Jakarta. Kota-kota di pesisir utara Jawa, pesisir timur Sumatra, Kalimantan dan Papua bagian selatan juga berpotensi terendam banjir air dari laut.
Heri mengatakan, kota-kota di Jawa dan Sumatra yang paling banyak terendam, seperti Jakarta, Pamanukan, Indramayu, Cirebon, Semarang, Tegal, Pekalongan, Pemalang Kendal, Demak, Cilacap, Tanjung Balai, Langsa, dan beberapa kota lainnya.
Sementara di Kalimantan, daerah yang diproyeksikan bakal turun di bawah permukaan air laut, di antaranya Banjarmasin, Mendawai, Kualasampit, dan Bahaur. Selain itu, ada juga beberapa kota di Papua bagian selatan yang bakal terendam muka air laut pada 2050.
Mengutip laman The National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), permukaan laut global telah meningkat selama dua abad terakhir. Pada 2014, permukaan laut lebih tinggi 2,6 inci atau 6,6 cm dari rata-rata 1993, dan ketinggian ini masih terus bertambah 1/8 inci atau 3,2 milimeter per tahun.
Permukaan air laut yang lebih tinggi berarti jika terjadi gelombang badai, air bisa terdorong lebih jauh ke daratan. Kondisi ini dapat merusak, bahkan mematikan bagi warga yang tinggal di daerah pesisir.
NOAA mencatat dua sebab utama kenaikan permukaan laut global. Pertama, ekspansi termal yang disebabkan oleh pemanasan lautan karena air mengembang saat menghangat. Kedua, adanya peningkatan pencairan es di daratan, seperti gletser dan lapisan es.
Kenaikan permukaan laut di lokasi tertentu mungkin lebih atau kurang dari rata-rata peningkatan air laut global. Itu bisa disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya penurunan muka tanah, pengendalian banjir hulu, erosi, arus laut regional, dan variasi ketinggian tanah.