Deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Partai Nasional Demokrat pada Senin (3/10) menghangatkan konstelasi politik. Di hari yang sama menyusul Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
Menanggapi deklarasi pencapresan untuk Anies dan Ganjar, Politisi Partai Kebangkitan Bangsa Daniel Johan mengatakan sebagai hal biasa. Menurut dia dukungan pada salah seorang capres sangat mungkin dilakukan menjelang tahun politik. PKB sendiri pada Agustus 2022 lalu juga telah mendeklarasikan dukungan untuk Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto maju sebagai capres.
"Sebagai proses demokrasi ini hal yang wajar," kata Daniel di Jakarta, Kamis (6/10).
Menurut Daniel, setelah mendeklarasikan capres partai pendukung perlu membangun komunikasi politik untuk memastikan hadirnya pemilu yang damai. Kontestasi menghadapi pemilu dan pilpres tidak harus berbuah perpecahan di tengah masyarakat.
"Ke depan kami berharap komunikasi antarpartai dapat terus berjalan baik meskipun berbeda dalam koalisi dukungan, agar semangat untuk mewujudkan pemilu yang damai dapat terwujud," ujar Daniel.
Lanjutkan Koalisi
Deklarasi Anies Baswedan sebagai capres disambut hangat oleh pengurus PKS dan Demokrat. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyatakan apresiasi atas keberanian Nasdem mengajukan Anies di tengah riuh pemeriksaan dugaan korupsi penyelenggaraan formula E di masa kepemimpinan Anies di DKI Jakarta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Maunya kami barengan. Tapi ada kasus-kasus tertentu yang membuat kami mengikhlaskan biar NasDem duluan," kata Mardani. Ia menambahkan, dengan ditetapkannya Anies sebagai capres, jangan ada lagi upaya kriminalisasi yang tidak mendasar.
Untuk bisa mengusung Anies pada pilpres 024 partai pengusung harus bisa membangun koalisi. Saat ini Nasdem hanya mengantongi 9,05 persen suara dengan perolehan kursi 10,26 persen. Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera mengantongi 8,21 persen suara dan Demokrat 7,77 persen suara.
Setelah deklarasi Anies, hal lain yang menurut Mardani menjadi perhatian partai pendukung adalah penentuan calon wakil presiden. Menurut dia, pasangan ideal bagi Gubernur DKI Jakarta itu dalam pemilihan presiden 2024 mendatang haruslah yang memiliki pengaruh kuat di Jawa Tengah serta Jawa Timur.
"Mas Anies kuat di Jabar, DKI, Sumatera, Banten dan pasangannya harus yang kuat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kalau gak ada Jateng dan Jatim berat," lanjut Mardani.
Ia mencontohkan beberapa nama yang dianggap sesuai antara lain Agus Harimurti Yudhoyono, Khofifah Indar Parawansa, serta Ganjar Pranowo. Sedangkan dari internal PKS ada sosok mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Hidayat Nur Wahid. Meski begitu ia menyerahkan kepada Anies untuk menentukan cawapres.
“Kami ingin otoritas capres harus dihargai, dan formasi yang berpotensi menang, kalau memaksa nanti akhirnya belum tentu menang," ujarnya.
Berbeda dengan pencapresan Anies, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komaruddin menilai kans Ganjar Pranowo untuk melenggang pada pemilu belum kuat. Alasannya saat ini, PSI belum memiliki perahu yang cukup untuk bisa mengusung Ganjar. Pada pemilu 2019 PSI hanya mengantongi 1,89 persen suara dan tidak memiliki kursi di DPR.
"Ya Ganjar juga tetap potensial, cuma memang Ganjar ini kan tidak mungkin kelihatannya didukung oleh PDIP, karena PDIP sudah punya Puan sebagai capres," kata Ujang.
Bila merujuk Undang Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu capres capres harus diusung partai dengan 25 persen suara sah nasional, atau 20 persen kursi di DPR. Dengan begitu untuk bisa mengusung Ganjar, PSI harus merapat ke salah satu koalisi partai yang ada sebagai pendukung.
Menurut Ujang untuk bisa melenggang sebagai capres, Ganjar harus bisa mendapat dukungan penuh dari PDIP. Pilihan lain, Ganjar harus bisa mendapatkan dukungan dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PAN, dan PPP.