Lukas Enembe Minta Diperiksa di Papua, Pengacara Sebut Hukum Adat

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.
Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening (kiri), saat mendatangi Gedung Merah Putih KPK, di Jakarta, Senin (26/9/2022).
Penulis: Ade Rosman
10/10/2022, 17.44 WIB

Tim kuasa hukum Gubernur Papua Lukas enembe meminta Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan pemeriksaan terhadap kliennya di Papua. Meski begitu, pemeriksaan baru boleh dilakukan saat tersangka kasus suap dan gratifikasi APBD Papua itu dinyatakan sehat. 

"Pemanggilan terhadap Pak Lukas telah disepakati oleh keluarga dan masyarakat adat Papua, mereka menyatakan bahwa pemeriksaan ketika Pak Lukas sembuh dilakukan di Jayapura, dilakukan disaksikan masyarakat Papua di lapangan terbuka," kata tim kuasa hukum Lukas, Aloysius Renwarin, di Gedung KPK, Jakarta, Senin(10/10).

Selain itu, Aloysius mengatakan pemeriksaan Lukas dilakukan dengan mengikuti hukum adat yang berlaku di Papua. Hal itu diperlukan karean Lukas sudah disahkan sebagai kepala suku besar masyarakat Dani. Karena itu, sejak dinobatkan segala urusan yang berkaitan dengan Lukas akan dialihkan pada adat.

Penetapan Lukas sebagai tokoh Adat Papua menurut Aloysius juga membuat ia tak bisa dibiarkan sendirian menghadapi persoalan. Setiap persoalan termasuk yang dialami sang pemimpin juga harus diselesaikan dengan menggunakan hukum adat. 

Menurut dia, sesuai hukum adat Papua, persoalan yang dihadapi Lukas Enembe harus diselesaikan secara terbuka. Penyidik KPK bisa datang ke Papua dan melakukan pemeriksaan secara terbuka dengan disaksikan oleh masyarakat Papua. 

“Ketika dia sehat, diperiksa di lapangan terbuka, sesuai dengan budaya Papua, bukan disembunyikan di KPK Jakarta. Mereka (masyarakat adat) pemeriksaan tetap di Papua secara terbuka di lapangan terbuka,” ujar Aloysius. 

Butuh Kepiawaian Jaksa   

Hari ini, tim Kuasa Hukum Lukas mendatangi KPK mewakili istrinya Yulice Wenda dan anaknya Astract Bona Timoramo Enembe. Baik istri dan anak Lukas menyatakan menolak sebagai saksi dalam kasus suap dan gratifikasi yang menyeret Lukas. 

"Kedatangan kami untuk menyerahkan surat menolak atau mengundurkan diri menjadi saksi," kata Tim Hukum dan Advokasi Lukas Enembe, Emanuel Herdiyanto. 

Menurut Emanuel, penolakan istri dan anak Lukas Enembe telah sesuai dengan pasal 35 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Beleid itu memberi hak kepada ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung. Istri atau suami, anak, dan cucu dari terdakwa mundur dari saksi.

Menanggapi alibi dari kuasa hukum keluarga Lukas Enembe, Pakar Hukum Pidana Universitas Tri Sakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan butuh kepiawaian jaksa. Bagaimanapun sesuai Undang-Undang keluarga bisa menggunakan hak untuk menolak. 

 Meskipun saat ini Lukas Enembe belum ditetapkan sebagai terdakwa, namun ia tetap bisa menggunakan keringanan sebagaimana diatur  undang-undang. Lebih jauh ia mengatakan selain menolak menjadi saksi, istri dan anak lukas juga berhak untuk tidak bersedia memberi keterangan. 

“Itu hak seorang saksi yang berstatus keluarga (anak dan istri) tidak ada masalah. Kare itu dituntut kemahiran JPU untuk melengkapi keterangan yang mendukung dakwaan dari pihak lainnya,” jelas Abdul kepada Katadata. 

Pada Rabu (5/10) KPK telah memanggil istri dan anak Lukas Enembe. Namun keduanya mangkir dari panggilan penyidik. Keduanya dipanggil dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek infrastruktur di Provinsi Papua yang menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka. KPK mengimbau terhadap semua pihak yang dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan kasus tersebut untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan penyidik.

KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua. KPK belum mengumumkan secara resmi soal status tersangka Lukas Enembe. Adapun, untuk publikasi konstruksi perkara dan pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka akan dilakukan pada saat telah dilakukan upaya paksa baik penangkapan maupun penahanan terhadap tersangka.

Reporter: Ade Rosman