Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan penerapan pajak ekspor atau bea keluar produk hilirisasi nikel setengah jadi (NPI) berlaku pada tahun ini. Penerapan pajak ekspor NPI ini merupakan arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan nilai jual mineral dari hilirisasi produk tambang.
NPI merupakan produk buatan setengah jadi yang dihasilkan dari olahan bijih nikel. Komoditas ini biasanya digunakan sebagai alternatif pengganti feronikel untuk bahan baku pembuatan baja tahan karat atau stainless steel.
"Tahun ini harusnya sudah bisa diselesaikan, kami bersama kementerian dan lembaga terkait masih membahas itu," kata Asisten Deputi Bidang Pertambangan Kemenko Marves, Tubagus Nugraha saat ditemui di Hotel Grand Kemang Jakarta pada Rabu (12/10).
Selain mengolah bijih nikel menjadi barang setengah jadi, pemerintah juga tengah mengembangkan pengolahan bijih nikel menjadi salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik.
Menurut Tubagus, komoditas NPI bisa diolah menjadi nikel kelas bernama Nikel Matte yang memiliki kadar nikel 78%. Nilai ini lebih tinggi dari feronikel yang hanya mempunyai kadar nikel 25%-45%.
"Dari matte bisa diubah menjadi nikel sulfat, kobalt sulfat, prekursor, katoda baterai," ujar Tubagus.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Jokowi menyuarakan kemungkinan pengenaan pajak atas ekspor nikel. Hal ini untuk meningkatkan pendapatan dan menggalakkan manufaktur lokal yang bernilai lebih tinggi.
Dengan pajak ini, Jokowi juga ingin menciptakan lebih banyak lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. "Itu juga yang kami inginkan dengan bauksit, tembaga, timah, minyak sawit mentah, dan lain-lain. Kami tidak tertutup, justru kami terbuka," kata Jokowi dikutip dari The Epoch Times, Jumat (19/8),
Presiden tidak memerinci kapan atau berapa banyak ekspor nikel yang akan dikenakan pajak. Namun seorang pejabat senior pemerintah mengatakan pada 1 Agustus, bahwa pemerintah berencana untuk mengeluarkan kebijakan pajak ekspor nikel pada kuartal ketiga tahun ini.