Soal Penjual Dawet Kanjuruhan, PSI: Sudah Dipecat

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah suporter Ultras Garuda dan suporter The Jakmania menyalakan pyro saat aksi seribu lilin dan doa bersama bagi korban kerusuhan Stadion Kanjuruhan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (2/10).
Penulis: Ade Rosman
13/10/2022, 19.18 WIB

Seorang perempuan yang mengaku penjual dawet di dekat Stadion Kanjuruhan tiba-tiba ramai di media sosial. Dalam rekaman suaranya, si ‘penjual dawet’ mengeluarkan testimoni melihat banyak suporter Arema atau Aremania mengkonsumsi miras serta narkoba, dan mengeroyok polisi saat Tragedi Kanjuruhan terjadi. 

Buntut dari beredarnya rekaman tersebut, banyak Aremania yang mencoba menelusuri kebenarannya. Dari berbagai penelusuran, penjual dawet itu tak kunjung ditemukan. 

 Belakangan, diketahui, identitas penjual dawet gadungan tersebut adalah Suprapti Fauzi yang merupakan kader dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal PSI Dea Tunggaesti menyatakan bahwa Suprapti sudah bukan lagi bagian dari partai.

"Saya jelaskan fakta hukum yang terjadi ya. Bahwa ibu Suprapti itu pernah menjadi pengurus PSI, sudah lama sekali. DPP PSI langsung memerintahkan kepada DPP kabupaten Malang untuk berhentikan. Jadi yang bersangkutan sudah diberhentikan oleh kabupaten Malang," katanya, saat ditemui usai kunjungan ke kantor DPP PAN, Jakarta, Kamis (13/10).

Dea mengatakan semenjak viralnya video yang beredar di sosial media, pihaknya langsung memberi perintah kepada DPD Malang untuk memberhentikan yang bersangkutan. Ia menambahkan, pemberhentian Suprapti tidak menggunakan mekanisme kode etik partai, karena dirinya hanya kader bukan pengurus. 

Sebanyak 131 jiwa meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10). Peristiwa ini terjadi usai pertandingan sepak bola "El Clasico Indonesia" Arema melawan Persebaya. Ini bermula saat sejumlah suporter memasuki lapangan. Merespons kondisi ini, aparat menembakkan gas air mata ke arah Aremania baik di lapangan maupun tribun. 

Alih-alih mengantisipasi kericuhan, tindakan polisi justru memicu kepanikan, akibatnya banyak penonton berlarian dan berdesakan menuju pintu keluar, hingga sesak nafas dan terinjak-injak. Fakta aparat membawa senjata termasuk gas air mata tidak dibenarkan dalam aturan FIFA.



Reporter: Ade Rosman