Terseret Obstruction of Justice, Brigjen Hendra Merasa Dibohongi Sambo

Katadata / Wahyu Dwi Jayanto
Brigjen Hendra Kurniawan dan Kombes Agus Nurpatria, tersangka kasus pembunuhan Brigadir J (Yoshua Hutabarat), menggunakan baju tahanan di Kejaksaan Agung RI, (05/10/2022).
Penulis: Ade Rosman
Editor: Yuliawati
18/10/2022, 17.05 WIB

Para polisi yang menjadi tersangka obstruction of justice atau menghalang-halangi penegakan hukum dalam penyidikan dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Yosua Hutabarat, merasa dibohongi oleh mantan Kepala Divisi Propram Ferdy Sambo.

Enam polisi yang terseret kasus ini yakni Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Pol. Agus Nurpatria Adi Purnama, dan AKP Irfan Widyanto.

Henry Yosodiningrat, pengacara Brigjen Hendra Kurniawan, mengatakan keenam polisi tersebut tidak mengetahui rekayasa yang dilakukan Sambo. "Sehingga mereka mengasumsikan atau beranggapan bahwa informasi yang disampaikan oleh Sambo itu adalah peristiwa yang sesungguhya," kata Henry kepada wartawan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/10).

Sebelumnya, dalam sidang perdana pembacaan dakwaan terkait kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Hendra disebutkan menerima perintah dari Sambo untuk memastikan CCTV di lokasi kejadian telah dihapus.

"Jadi saya mau meluruskan bahwa mereka ini bukan ... karena itu tadi harus ada unsur dari obstruction of justice itu dengan sengaja atau dengan maksud untuk menghilangkan, mengaburkan, dan sebagainya. Tidak ada maksud untuk seperti itu," kata dia.

Para tersangka obstruction of justice tersebut akan menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10) besok.

Selain didakwa melakukan pembunuhan berencana, Ferdy Sambo didakwa atas perbuatan obstruction of justice. "Akibat penembakan tersebut, terdakwa Ferdy Sambo, timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," kata jaksa di hadapan majelis hakim, Senin (17/10).

Dalam pembacaan surat dakwaan disebutkan bahwa kejadian berawal pada hari Jumat (8 Juli 2022) sekira pukul 17.00 WIB terjadi penembakan terhadap Brigadir Novriansyah Yoshua Hutabarat hingga mengakibatkan hilangnya nyawa.

"Salah satu upaya yang dilakukan (Sambo), yaitu menghubungi saksi Hendra Kurniawan," katanya.

Ketika menghubungi Hendra Kurniawan, Ferdy Sambo menyebarkan skenario penembakan menurut versinya bahwa tewasnya Brigadir J akibat baku tembak dengan Bharada E setelah melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi.

Selain mengatur skenario, Ferdy Sambo juga disebut meminta agar DVR CCTV di pos sekuriti kompleks Perumahan Polri Duren Tiga diganti dengan yang baru yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik, yaitu CCTV pos sekuriti kompleks.

Atas perbuatannya, Sambo didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsider Pasal 48 jo. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Atau dakwaan alternatif kedua, primer Pasal 233 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sedangkan subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Reporter: Ade Rosman