Rumah Sakit Umum Pusat Nasional atau RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo atau RSCM melaporkan tingkat kematian dari penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal atau GGAKPA mencapai 63%. Artinya, 31 dari 49 pasien anak yang dirawat di RSCM meninggal dunia.
Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti mengatakan salah satu faktor tingginya rasio kematian GGAKPA adalah cepatnya perkembangan penyakit tersebut. Selain itu, pengobatan GGAKPA masih belum ditemukan lantaran penyebabnya sampai saat ini masih belum ditemukan.
"Yang masih dirawat 11 anak sekarang: 10 anak masih di Pediatric Intensive Care Unit dan yang satu masih di Unit Gawat Darurat karena baru masuk hari ini," kata Dina dalam konferensi persi di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Kamis (20/10).
Dina mencatat kasus GGAKPA sebelum Agustus 2022 hanya sekitar satu pasien per bulan. Namun, lonjakan kasus terjadi mulai Agustus 2022 atau sebanyak delapan kasus.
Pasien baru GGAKPA yang dirawat di RSUPN Cipto Mangunkusumo kembali melonjak menjadi 20 kasus pada September 2020. Secara bulan berjalan, total pasien GGAKPA di rumah sakit tersebut telah mencapai 12 pasien.
Dina mencatat mayoritas pasien GGAKPA yang diterima pihaknya merupakan anak di bawah umum lima tahun. Adapun, pasien GGAKPA termuda adalah delapan bulan, sementara itu usia tertua adalah delapan tahun.
Menurutnya, salah satu penyebab tingginya rasio fatalitas GGAKPA adalah lambatnya waktu deteksi. Hampir semua pasien GGAKPA yang diterima RSUPN Cipto Mangunkusumo telah mencapai stadium III atau dengan kondisi berat.
Oleh karena itu, Dina mengimbau agar para orang tua mewaspadai GGAKPA pada anak. Dina meminta agar para orang tua tidak melakukan diagnosis maupun pengobatan mandiri jika anak demam, pilek, diare, atau terkena penyakit lainnya. "Harus ke dokter. Nanti dipilihkan apa yang tidak mengganggu anak," kata Dina.
Dina mengapresiasi langkah Kementerian Kesehatan yang mengimbau masyarakat untuk tidak mengkonsumsi obat sirop. Hal tersebut serupa dengan strategi yang dilakukan Pemerintah Gambia saat GGAKPA menyerang.
Dia mengatakan bahwa imbauan tersebut harus dilakukan selama 2-4 minggu. Jangka waktu tersebut dinilai penting untuk memastikan apakah GGAKPA berasal dari konsumsi obat. "Yang penting buat kami adalah menghentikan arus masuknya pasien. Kami tidak ingin ada korban," ujar Dina.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah merilis lima merek obat yang diduga mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Kedua bahan ini diduga menjadi salah satu faktor penyebab gagal ginjal akut pada anak.
Mereka menguji 39 bets dari 26 sirop obat dan menemukan kandungan cemaran EG yang melebihi ambang batas aman. Meski demikian, hasil pengujian ini belum dapat mendukung kesimpulan bahwa ada keterkaitan cemaran EG dengan gagal ginjal akut.
"Karena masih ada beberapa faktor risiko penyebab gagal ginjal akut seperti infeksi virus, bakteri Leptospira, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca Covid-19," demikian keterangan BPOM secara tertulis, Kamis (20/10).