Produsen Obat Sirop Berbahaya Bisa Kena Pidana 10 Tahun, Ini Aturannya

ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.
Apoteker menunjukan obat sirop di salah satu apotek di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (21/10/2022).
Penulis: Ira Guslina Sufa
21/10/2022, 17.48 WIB

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengumumkan 5 merek obat sirop anak yang mengandung etilen glikol berlebih atau melewati ambang batas aman. Pengumuman itu dibuat setelah melakukan pengujian terhadap 39 bets dari 26 sirop obat hingga 19 Oktober 2022. 

Kepala BPOM Penny K Lukito dalam keterangan resmi mengatakan telah melakukan tindakan regulatori berbasis risiko, berupa penelusuran sirup obat yang terdaftar dan beredar di Indonesia serta pelaksanaan sampling. BPOM juga melakukan pengujian secara bertahap terhadap sirup obat yang diduga mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dengan mengacu pada dua payung hukum.

“Dalam pelaksanaan pengujian terhadap dugaan cemaran EG dan DEG dalam sirup obat, acuan yang digunakan adalah Farmakope Indonesia dan/atau acuan lain yang sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai standar baku nasional untuk jaminan mutu semua obat yang beredar," ujar Penny seperti dikutip, Jumat (21/10). 

Penny mengatakan, merujuk pada Farmakope Indonesia dan standar baku nasional yang diakui ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran etilen glikol dan dietilen glikol adalah sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari. Farmakope Indonesia merupakan  buku standar di bidang Farmasi yang berisi ketentuan umum, persyaratan mutu serta memuat berbagai hal tentang sediaan farmasi di Indonesia. 

Dalam penggunaannya Farmakope tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Beleid ini salah satunya mengatur tentang hak setiap orang untuk mendapatkan layanan kesehatan. 

Terkait aturan penggunaan obat dan farmasi, pasal 98 ayat 1 menyebutkan bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau. Sedangkan ayat 3 menyebutkan pengadaan, penyimpanan dan pengolahan farmasi harus  memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 98 Undang-Undang Kesehatan yang menyebabkan hilangnya hak masyarakat untuk mendapatkan produk farmasi yang aman maka ada sanksi pidana menanti. Aturan itu termuat dalam pasal 196. 

“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar,” demikian dikutip dari UU Kesehatan.  

Berdasarkan ketentuan pasal 196 produsen obat sirop anak yang mengandung etilen glikol berlebih dapat dijerat pidana. Meski begitu, beleid ini menekankan adanya unsur kesengajaan. 

Usai mengumumkan 5 merek obat sirop anak yang ditemukan mengandung etilen glikol berlebih, BPOM telah meminta produsen untuk menarik sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia. Serta melakukan pemusnahan untuk seluruh bets produk. Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain pedagang besar farmasi, instalasi farmasi baik swasta dan pemerintah, apotek, dan toko obat. 

Selain itu, BPOM juga memerintahkan semua industri farmasi yang memiliki sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG untuk melaporkan hasil pengujian mandiri sebagai bentuk tanggung jawab pelaku usaha. Industri farmasi juga dapat melakukan upaya lain seperti mengganti formula obat dan bahan baku jika diperlukan.



Reporter: Ade Rosman