Kementerian Kesehatan telah melarang penggunaan obat sirop secara sementara usai muncul kasus gagal ginjal akut. Penyakit ini diduga dipicu senyawa etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DG) dalam pelarut obat.
Dewan Pakar Ikatan Apoteker Indonesia Prof. Keri Lestari menduga pencemaran zat pada obat sirop terjadi saat proses mengontrol kualitas (quality control) bahan baku di pabrik. Adapun standar yang ditetapkan adalah 0,1% pada gliserin dan 0,25% pada polietilen glikol.
"Berarti lolos dan kemudian di pabrik diverifikasi lagi," kata Keri dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (22/10) dikutip dari Antara.
Saat pabrik mengajukan izin edar, maka Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan memastikan kualitas dan bahan baku pembuatan obat tak tercampur EG dan DEG. Meski demikian, Keri belum bisa menyimpulkan apakah ada kecurangan pada penyediaan bahan baku karena BPOM masih melakukan pemeriksaan.
Namun ia mengatakan kecil kemungkinan adanya kerusakan pada obat Ini karena rusaknya obat terjadi baru terjadi jika disimpan pada suhu tinggi sekali dan rendah sekali.
"Ini yang masih dievaluasi, apakah ada kelemahan quality control di tempat sarana produksi atau hal lain," kata Keri yang juga ahli farmasi dari Universitas Padjadjaran ini.
Belum ada tanggapan dari produsen mengenai kemungkinan ini. Hingga berita ini ditulis, Ketua Komite Pengembangan Perdagangan dan Industri Bahan Baku GP Farmasi, Vincent Harijanto belum merespons pesan yang dikirimkan Katadata.co.id.
Sebelumnya epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menduga ada permasalahan dalam pengawasan obat sehingga muncul cemaran EG dan DEG pada obat sirop.
Masalah ini terjadi karena produksi obat sirop yang terus meningkat karena dampak pandemi Covid-19. "Di sini sering terjadi pengabaian, apalagi pemantauan di Indonesia lemah," kata Dicky kepada Katadata.co.id, Jumat (21/10).
Sedangkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan etilen glikol maupun dietilen glikol bukan merupakan bahan baku. Namun senyawa ini bisa muncul jika pembuatan polietilen glikol dilakukan secara tidak baik.
Adapun, Presiden Joko Widodo memerintahkan agar ada pengetatan pengawasan obat terkait munculnya kasus gangguan ginjal akut. Penyakit ini telah menyerang 241 orang, sebanyak 133 meninggal.