Pemerintah resmi mengubah perhitungan harga jual eceran BBM bersubsidi Pertalite melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 11 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permen ESDM No. 20 Tahun 2021 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Adapun poin perhitungan yang diubah adalah tambahan biaya pendistribusian di wilayah penugasan sebesar Rp 90 per liter dari sebelumnya dipatok 2% dari harga dasar.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan perubahan pada aspek biaya pendistribusian berpotensi untuk memangkas besaran biaya pendistribusian atau biaya angkut atau pengiriman Pertalite ke wilayah penugasan, khususnya pada wilayah pedesaan yang harus dikeluarkan Pertamina.
"Kalau menggunakan 2% dalam kondisi harga minyak dan kurs rupiah saat itu terlalu besar, maka pemerintah mengabil Rp 90 per liter ini harapannya bisa mencakup pendistribusian BBM oleh Pertamina ke seluruh wilayah penugasan," kata Mamit kepada Katadata.co.id Selasa (25/10).
Dengan skema perhitungan yang dipatok Rp 90 per liter, beban yang dikeluarkan oleh Pertamina untuk biaya distribusi Pertalite kini lebih statis tanpa dipengaruhi harga dasar yang naik turun.
Mengutip Permen tersebut, harga dasar merupakan formula yang terdiri dari atas biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin. "Kalau pakai 2% itu kan bisa berubah-ubah tergantung harga dasarnya berapa," ujar Mamit.
Adapun perhitungan harga dasar untuk setiap bulan menggunakan rata-rata harga indeks pasar dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dengan kurs beli Bank Indonesia periode tanggal 25 pada satu bulan sebelumnya sampai dengan tanggal 24 bulan berjalan untuk perhitungan harga dasar bulan berikutnya.
Dengan adanya pembaruan regulasi perihal biaya distribusi yang dipatok Rp 90 per liter, maka diharap tidak memberikan sumbangan yang besar terhadap pembentukan harga jual eceran Pertalite.
Malah, hal ini dirasa lebih menguntungkan Pertamina yang tidak lagi harus mengeluarkan biaya distribusi yang berbeda tiap adanya pergerakan pada harga dasar BBM, seperti fluktuasi harga minyak, biaya logistik, dan margin.
Mamit menjelaskan, apabila menggunakan perhitungan yang lama, maka jika harga dasar Pertalite Rp 10.000, Pertamina wajib membayar Rp 200 per liter untuk biaya distribusi. Jika harga dasar Pertalite Rp 8.000, alhasil biaya pengiriman yang ditanggung Pertamina sebesar Rp 160 per liter.
Angka ini bakal berfluktuasi mengikuti harga dasar BBM. "Dengan begini bisa lebih mudah untuk menghitung beban kompensasi pemerintah, karena sifatnya tetap," ujar Mamit.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner, Komaidi Notonegoro, mengatakan adanya perubahan pada biaya distribusi Pertalite hanya ditujukan untuk memberikan kemudahan perhitungan dari kompensasi atau selisih harga jual dengan harga keekonomian Pertalite dari pemerintah.
"Hubungannya lebih ke arah kompensasi, kalau biaya distribusinya ditetapkan fluktuatif pakai persentase, nanti kompensasinya juga gak bisa dihitung secara pasti karena tergantung dari realisasi perkembangan harga dasarnya. Ini hanya memberi kepastian dalam hitung-hitungan saja," kata Komaidi kepada Katadata.co.id.
Dia menambahkan, pembaruan aturan soal penetapan biaya distribusi Rp 90 per liter akan menguntungkan pemerintah dari sisi kemudahan perhitungan penggantian biaya kompensasi.
"Biaya pendistribusiannya itu kan diganti pemerintah untuk Pertalite, dari aspek pemerintah per liternya diatur secara pasti Rp 90 per liter, itu tinggal dikalikan volumenya," ujar Komaidi.
Tak Berpengaruh Terhadap Harga Jual Pertalite di SPBU
Perubahan pada perhitungan biaya pengiriman disebut tak akan berimbas pada penaikkan harga jual Pertalite. Mamit menyebut, walau harga minyak mentah dunia merangsek tinggi, harga jual BBM bersubsisi Pertalite dan Solar tak akan naik.
Menurutnya, harga jual BBM bersubsidi akan tetap ditekan di angka Rp 10.000 per liter untuk Pertalite dan Rp 6.800 per liter untuk Solar.
"Sampai akhir tahun depan tidak akan ada penyesuaian harga karena sudah masuk tahun politik. Gak mungkin pemerintah berani mengambil kebijakan yang tidak populis. Jadi ini lebih kepada memberi kepastian kepada Pertamina dalam mendapatkan pembayaran kompensasi dari pemerintah," tutur Mamit.
Di sisi lain, Komaidi mengatakan, penentuan harga jual Pertalite merupakan komplikasi dari perhitungan banyak faktor seperti harga minyak mentah dunia, nilai tukar rupiah atau kurs terhadap dolar Amerika Serikat (AS), harga minyak mentah Indonesia serta komponen ekspor-impor minyak.
Perubahan pada biaya distribusi tak serta merta berdampak pada penyesuaian harga jual. Meski begitu, pada tahun politik pemerintah akan menjaga stabilitas politik dan ekonomi secara bersamaan. "Biasanya di tahun politik itu pemerintah berusaha untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik secara keseluruhan," kata Komaidi.
Adapun perubahan perhitungan harga jual eceran BBM dijelaskan pada Pasal 4 ayat 1 yang mengatur perhitungan harga jual eceran jenis BBM khusus penugasan. BBM khusus penugasan adalah BBM bersubsidi, dalam hal ini Pertalite.
“Harga jual eceran jenis BBM khusus penugasan (JBKP) di titik serah untuk setiap liter dihitung dengan formula yang terdiri atas harga dasar ditambah biaya tambahan pendistribusian di wilayah penugasan sebesar Rp 90 per liter, serta ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB),” bunyi Pasal 4 ayat (1).
Sebelumnya, Pasal 4 ayat (1) Permen ESDM No. 20 Tahun 2021 mengatur biaya tambahan pendistribusian di wilayah penugasan adalah sebesar 2% dari harga dasar.