Elektabilitas Partai KIB Kompak Turun, Efek Terlalu 'Patuh'?

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah), Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa (kiri) dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan (kanan) berjabat tangan usai memberikan keterangan pers di gedung KPU, Jakarta, Rabu (10/8/2022).
Penulis: Ade Rosman
27/10/2022, 12.28 WIB

Tiga partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) kompak mengalami tren penurunan elektabilitas dalam survei Litbang Kompas periode Oktober.Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan salah satu penyebab penurunan adalah sikap ketiga partai yang dianggap terlalu pada pemerintah.

"Dalam konteks pemilu itu biasanya di saat masyarakat susah, saat banyak masyarakat yang menderita, maka sebenarnya partai-partai yang memperjuangkan kepentingan rakyat, partai yang menjadi antitesa dari pemerintah menjadi yang disukai," kata Ujang ketika dihubungi Katadata, Rabu (26/10).

Menurut Ujang, keputusan KIB menjadi partai penyokong pemerintah adalah hal biasa. Namun, rakyat akan melihat berbeda saat partai seolah-olah disetir oleh pemerintah sehingga tidak memperjuangkan kepentingan rakyat. 

 KIB merupakan koalisi tiga partai yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan. Selain menjadi partai pendukung pemerintah, ketiga pimpinan partai mengatakan akan bersama-sama membangun koalisi menghadapi pemilu dan pilpres 2024 mendatang. 

"Saya melihat Golkar, PAN, dan PPP ini lebih cenderung manut dan taat pada Jokowi, karena itu kan dibentuk atas skenario Jokowi,” ujar Ujang. 

Lebih jauh, Ujang juga mengatakan waktu pemilu yang masih lama bisa menjadi salah satu faktor elektabilitas KIB menurun. Apalagi KIB belum menentukan sikap terkait penentuan calon presiden dan wakil presiden yang menjadi perhatian publik. Menurut Ujang, suara partai yang tergabung dalam KIB masih mungkin naik lagi bila mesin partai sudah bergerak untuk pemenangan pemilu dan pilpres.  

 Sementara itu, Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro mengungkapkan, tidak adanya sosok bakal calon presiden dengan potensi elektoral yang menjanjikan bisa menjadi salah satu penyebab merosotnya elektabilitas ketiga partai tersebut.

"Ketiga partai politik itu juga tidak memiliki tokoh atau bakal calon presiden dengan potensi elektoral menjanjikan," kata Bawono. 

Sebelumnya, hasil survei litbang Kompas menunjukkan trio Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yaitu Golkar, PPP, serta PAN mengalami penurunan pada tren pilihan partai politik. 

Golkar keluar dari tiga besar papan atas, partai Beringin mendapat persentase 7,9 persen, turun dari sebelumnya yang mendapat 10,3 persen dalam survei yang sama pada Juni lalu. Atas penurunan tersebut, posisi Golkar tergeser oleh Demokrat di tiga besar papan atas parpol yang memperoleh elektabilitas 14 persen.

Sementara PAN menjadi satu-satunya parpol yang mengalami penurunan pada papan tengah survei tersebut, dengan mengantongi 3,1 persen, turun dari sebelumnya 3,6 persen pada Juni lalu. Sedangkan PPP hanya memperoleh 1,7 persen suara.

Sebagai informasi, survei tersebut dilakukan Litbang Kompas pada 24 September hingga 7 Oktober lalu, dengan responden sebanyak 1200 orang yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis di 34 provinsi di Indonesia. 

Reporter: Ade Rosman