KPK Periksa Sembilan Saksi Kasus Suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/YU
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (kiri) saat dihadirkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Penulis: Ade Rosman
28/10/2022, 20.02 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan sembilan saksi dalam penyidikan perkara dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan tersangka Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD). Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding mengungkapkan saksi-saksi hadir memenuhi panggilan.

"Hari ini, pemeriksaan saksi untuk tersangka SD dan kawan-kawan. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Ipi, dikutip dari Antara, Jumat (28/10).

Sembilan saksi yang dihadirkan pada perkara ini yaitu MA Hasbi Hasan (Sekretaris MA), Arif Saptono (asisten Sudrajad Dimyati), Leman (staf asisten Sudrajad Dimyati), Daryanto (panitera muda perkara pidana umum), Bayu Ardi (panitera pengganti), Rudie (panitera pengganti), Arifah (staf), Susi (staf), serta Ika Hapsari (staf).

Salah satu saksi, Hasbi Hasan sebelumnya tidak menghadiri pemanggilan pada Kamis (13/10), sehingga dilakukan pemanggilan ulang. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan 10 tersangka.

Menurut Ipi sepuluh tersangka terdiri dari 6 orang penerima dan 4 orang pemberi. Enam tersangka penerima adalah Sudrajad Dimyati, Elly Tri Pangestu/ETP selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA, Desy Yustria/DY selaku PNS pada Kepaniteraan MA, Muhajir Habibie/MH selaku PNS pada Kepaniteraan MA, Nurmanto Akmal/NA selaku PNS MA, dan Albasri/AB selaku PNS MA. 

Untuk tersangka dari pihak pemberi adalah Yosep Parera/YP selaku pengacara,  Eko Suparno/ES selaku pengacara, Heryanto Tanaka/HT selaku debitur KSP Intidana, dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku debitur KSP Intidana.

Pada konstruksi yang diterangkan KPK, mulanya HT dan KSP mengajukan laporan pidana serta gugatan perdata mengenai aktivitas KSP Intidana di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Laporan itu diwakili oleh kuasa hukum mereka yaitu YP dan ES.

HT dan ES yang merasa belum puas dengan keputusan di dalam proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, lalu melanjutkan upaya hukum berikutnya, tingkat kasasi pada MA. Ketika pengajuan kasasi oleh HT dan IDKS, YP dan ES masih dipercayai sebagai kuasa hukumnya.

Pada saat mengurus kasasi tersebutlah, KPK menduga YP dan ES bertemu. Mereka kemudian berkomunikasi dengan beberapa pegawai Kepaniteraan MA yang dianggapnya mampu menjadi jembatan penghubung dengan Majelis Hakim. Harapannya, para penghubung bisa mengkondisikan putusan sesuai keinginan YP dan ES.

Dengan diberikan sejumlah uang, DY kemudian menjadi perantara tersebut. Ia kemudian mengajak MH serta ETP menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.

Dari dugaan KPK, DY dan kawanannya merupakan representasi dari SD serta beberapa pihak lainnya di MA. DY bertugas untuk menerima uang dari pihak luar yang ingin mengurus perkara di MA.

Jumlah uang yang bersumber dari HT dan IDKS, diberikan melalui YP dan ES secara tunai. Uang itu, berjumlah 202 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar.

Untuk pembagiannya, DY mengantongi Rp 250 juta, MH Rp 850 juta, ETP Rp 100 juta, serta SD Rp 800 juta yang diterima melalui ETP. Penyerahan uang bertujuan agar nantinya putusan sesuai dengan harapan YP dan ES, menguatkan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP Intidana pailit.

Reporter: Ade Rosman