Presiden Joko Widodo resmi memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada lima tokoh hari ini. Dr. dr. R.H. Soeharto Sastosoeyoso, KGPAA Paku Alam VIII, dr. Raden Dubini Natawisastra, Haji Salahuddin Bin Talabuddin, dan KH. Ahmad Sanusi.
Penganugerahan tersebut diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 96 TK Tahun 2022 yang ditetapkan pada 3 November lalu. Prosesi diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan serta pembacaan Keppres tersebut.
"Pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada tokoh-tokoh yang telah memberikan kontribusi besar kepada bangsa dan negara," kata Jokowi di Istana Negara, Senin (7/11).
Kelima Pahlawan Nasional tersebut berasal dari Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Maluku Utara, dan Jawa Barat. Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan penerima gelar Pahlawan Nasional tidak hanya mendapatkan plakat atau medali penghormatan. Negara akan memberikan beberapa tunjangan kepada keluarga penerima gelar tersebut.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pemberian gelar Pahlawan Nasional tersebut diberikan dalam rangka memperingati Hari Pahlawan pada 10 November 2022. Mahfud juga sempat menjelaskan sejarah singkat perjuangan lima tokoh tersebut.
1. Dr. dr. R.H. Soeharto Sastrosoeyoso
Soeharto ikut berjuang bersama Presiden Soekarno dalam rangka kemerdekaan sebagai dokter. Soeharto ikut dalam beberapa pembangunan Monumen Nasional, Masjid Istiqlal, dan Rumah Sakit Jakarta.
Selain itu, Soeharto juga berperan menjadi salah seorang pendiri Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sebagai informasi, IDI berdiri pada 24 Oktober 1950.
2. KGPAA Paku Alam VIII
Jasa Paku Alam VIII adalah mengintegrasikan Kerajaan Paku Alam dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada awal proklamasi kemerdekaan. Pernyataan tersebut dilakukan sehari setelah proklamasi dilakukan.
Sebelumnya, ada dua daerah yang tidak masuk dalam klaim proklamasi yang dibacakan Presiden Soekarno saat itu, yakni Kerajaan Paku Alam dan Keratonan Yogyakarta. Kedua kerajaan tersebut awalnya merupakan otonomi khusus dari Kerajaan Belanda.
Buntut deklarasi yang dilakukan Paku Alam VIII, DI Yogyakarta menjadi Ibu Kota kedua Indonesia saat Agresi Belanda 1946. Selain itu, Paku Alam VIII menjadi Wakil Gubernur DI Yogyakarta saat Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertolak ke Jakarta untuk memenuhi tugasnya sebagai menteri.
3. dr. Raden Dubini Natawisastra
Dokter Rubini merupakan seorang dokter di Kalimantan Barat dan menjalankan misi kemanusiaan saat masa penjajahan Jepang. Akibat misi tersebut, dr. Rubini dijatuhi hukuman mati oleh Jepang.
4. Haji Salahuddin Bin Talabuddin
Haji Salahuddin adalah pejuang asal Halmahera Tengah yang mempopulerkan semboyan "Hidup Syarikat Islam, Hidup Republik Indonesia". Namun demikian, Mahfud menyebutkan Salahudin ikut membangun republik sebagai negara yang inklusif berdasarkan pancasila.
Salahudin yang saat itu berjuang di Maluku Utara pernah dibuang ke Sawah Lunto pada 1918-1923. Selain itu, Salahudin juga pernah dibuang ke Boven Digul pada 1942.
5. KH. Ahmad Sanusi
KH Sanusi adalah Anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan atau BPUPKI dari Jawa Barat. Sanusi juga merupakan satu-satunya Anggota BPUPKI yang belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Salah satu perjuangan Sanusi adalah menengahi golongan kanan dan golongan kiri dengan Ideologi Pancasila. Hal tersebut dilakukan dengan pencoretan tujuh kata dalam Pancasila.