Sidang lanjutan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sejumlah saksi dihadirkan untuk mengungkap peristiwa seputar kematian dengan terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal.
Senin (7/11) kemarin lima orang saksi dihadirkan ke persidangan. Mereka adalah Ahmad Syahrul Ramadhan selaku sopir ambulans yang membawa jenazah Yosua, Bimantara Jayadiputro selaku perwakilan provider PT. Telekomunikasi Seluler bagian officer security and Tech Compliance Support, serta Viktor Kamang selaku Legal Counsel pada provider PT. XL AXIATA. Juga ada aksi ahli kesehatan Nevi Afrilia serta Ishbah Azka Tilawah
Dalam persidangan para saksi memberi keterangan yang berbeda dengan apa yang telah disampaikan Ferdy Sambo melalui Berita Acara Pemeriksaan. Selain itu, keterangan saksi ini juga mengungkap hal baru yang sebelumnya tidak termuat dalam dakwaan jaksa.
Berikut fakta baru yang diungkap oleh saksi dalam persidangan untuk terdakwa Bharada E, Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal.
1. Ferdy Sambo Tak Jalani Swab di Hari Kematian Brigadir J
Berdasarkan keterangan saksi ahli kesehatan Nevi Afrilia serta Ishbah Azka Tilawah, Ferdy Sambo tidak tes swab PCR di hari kematian Yosua. Dari keterangan Nevi, yang melakukan tes swab PCR pada tanggal 8 Juli 2022 hanya Putri Candrawati, Susi, Nofriansyah Yosua Hutabarat, dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu.
"Siapa duluan (tes swab PCR)?" tanya hakim.
"Bu Putri, Susi, Yosua, terakhir Richard," kata Nevi.
Hakim lalu menanyakan apakah Sambo saat itu ikut menjalani tes, namun Nevi tidak melihat mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri tersebut.
"Tidak ada. Tidak," kata Nevi.
Sementara itu, saksi tenaga kesehatan lainnya, Ishbah Azka Tilawahz, mengatakan Ferdy Sambo melakukan tes swab PCR di Mabes Polri sehari sebelum peristiwa yang menewaskan Yosua.
"Bapak FS sama bapak Daden," jawab Ishbah.
Sebelumnya, Ferdy Sambo sempat beralibi dirinya sedang menjalani tes swab PCR saat tewasnya Yosua. Keterangan paling awal Polri saat kasus ini muncul adalah ada tembak menembak antara Yosua dengan Richard saat Sambo tes.
2. Jenazah Brigadir J Penuh Darah dan Masih Memakai Masker
Ahmad Syahrul Ramadhan, sopir ambulans yang mengangkut jenazah Brigadir J mengatakan saat pertama kali melihat jenazah Yosua, kondisinya terlentang berlumuran darah. Ia kemudian diminta untuk memeriksa nadi jenazah yang sudah tergeletak di samping tangga.
“Saya periksa pakai sarung tangan karet Yang Mulia. Saya bilang 'udah gak ada nadinya', saya bilang, 'izin pak sudah tidak ada', lalu dibilang 'pasti mas?', 'Pasti pak'," kata Ahmad, saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan pembunuhan berencana Brigadir J Senin (7/11).
Setelah itu, ia mengatakan dirinya diminta untuk mengevakuasi jenazah tersebut. Ahmad lalu meminta izin untuk mengambil kantong jenazah. Kantong jenazah itu sudah tersedia di mobil ambulans yang ia bawa.
Menurut Ahmad, saat mengambil kantong jenazah itu ia diikuti oleh salah seorang petugas kepolisian. Tetapi Ahmad tak mengetahui nama petugas itu. Saat kembali lagi ke dalam rumah, ia mengeluarkan kantong jenazah bertuliskan 'Korlantas Polri'. Menurut Ahmad, kantong jenazah itu tersedia di mobil karena ia selama ini sering membantu proses evakuasi kecelakaan dari kecelakaan dari Satlantas Jakarta Timur.
Selanjutnya, ia mengatakan dirinya meminta bantuan untuk memasukkan jasad Yosua ke kantong jenazah tersebut. Ia dibantu oleh tiga hingga empat orang pada saat itu.
Dari keterangan Ahmad, kondisi wajah jenazah Yosua digambarkan masih mengenakan masker, serta banyak darah. Ia tidak dapat memastikan darah tersebut berasal dari kepala atau dari genangan darah di sekitar jasad tersebut. Meski demikian, ia mengaku tahu ada luka tembak di dada Yosua, melihat kondisi dada jenazah yang bolong.
"Ada (banyak darah) Yang Mulia. Saya gak ngerti apa keluar dari kepala, atau genangan darah. Karena itu juga wajah ditutup masker saya gak buka-buka Yang Mulia," katanya.
3. Mobil Ambulans Dilarang Hidupkan Sirene
Saat meninggalkan kawasan kompleks Polri Duren Tiga, Ahmad mengaku mendapat perintah untuk tidak menghidupkan sirene. Larangan itu sudah berlaku sejak pertama kali ia datang ke kawasan Duren Tiga.
Menurut Ahmad, permintaan mematikan sirine ia terima saat pertama kali tiba di depan gapura Komplek Polri, Duren Tiga. Saat itu di gapura sudah ada sejumlah provos yang berjaga. Ia kemudian diberhentikan oleh provos dan ditanya ihwal maksud kedatangan.
Setelah menjelaskan bahwa ada panggilan ambulans, ia diizinkan masuk. Namun, ia diminta untuk mematikan sirine dan mengikuti petugas menuju lokasi. Saat meninggalkan kediaman Ferdy Sambo dengan jenazah Brigadir J di dalam ambulans, ia kembali mematikan sirine.
4. Jenazah Brigadir J Dibawa ke IGD
Setelah meninggalkan rumah Duren Tiga, selanjutnya Ahmad ditemani seorang anggota polisi lantas menuju RS Polri. Saat itu perjalanan agak terhambat karena macet,
Setiba di rumah sakit ia diminta oleh petugas polisi yang menemani untuk membawa jenazah Brigadir J ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). ia mengaku heran karena hal tersebut tidak lumrah.
"Saya bertanya Pak izin kok IGD dulu, biasanya kalau saya langsung ke kamar jenazah, forensik. 'Oh, saya juga enggak tahu mas ikuti perintah aja.' Oh baik," tutur Ahmad.
Atas perintah tersebut, Ahmad pun membawa jenazah Brigadir J ke bagian IGD. Sesampai di IGD petugas RS Polri bertanya tentang jumlah korban. Petugas itu sedikit heran dan bertanya kenapa korban sudah memakai kantong jenazah. Setelah diberi tahu ia kemudian menyuruh Ahmad membawa jenazah Brigadir J ke kamar jenazah.
5. Sopir Ambulans Dilarang Pulang
Setelah mengantar jenazah Brigadir J ke kamar Jenazah, Ahmad kemudian pamit untuk pulang. Namun, seorang petugas menahan niatnya dan meminta Ahmad untuk menunggu. Ia kemudian mengikuti arahan itu dan menunggu di dekat masjid rumah sakit.
Sembari menunggu, ia kemudian meminta izin untuk membeli makanan dan minuman. Namun lagi-lagi niatnya dihalangi oleh petugas kepolisian. Ia kemudian disuruh menunggu dan makanan yang malam itu adalah sate langsung dibelikan oleh petugas.
Ahmad mengaku tidak mendapat alasan yang pasti mengenai kenapa ia disuruh menunggu oleh polisi yang berjaga. Ia hanya mengikuti karena memang dilarang untuk meninggalkan lokasi.
Menurut Ahmad selama menjalankan tugas mengevakuasi jenazah Brigadir J ia tidak mendapat bayaran lebih. Ia hanya mendapat sewa penggunaan mobil dan biaya cuci mobil.
6. Bareskrim Minta Data Percakapan Brigadir J dan Putri
Keterangan berbeda lainnya datang dari dua saksi dari kantor penyedia layanan telekomunikasi Viktor Kamang dan Bimantara Jayadiputro. Dalam kesaksiannya, Viktor dan Bimantara mengatakan pernah memberi data ke penyidik kepolisian pada 2 dan 21 September 2022.
"Pertama di 2 September itu [polisi] meminta nomor handphone yang terdaftar atas nama Yosua Hutabarat, Putri Candrawathi, Susi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf dan nomor 087888258777," kata Viktor di hadapan majelis hakim PN Jakarta Selatan, Senin (7/11).
Menurut Viktor, data yang diserahkan berupa file dan email. Namun data itu hanya berupa berupa CDR (Call Data Record) yang memuat data panggilan masuk, keluar, dan sms.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Bimantara yang merupakan Provider PT Telekomunikasi Seluler bagian Officer Security and Tech Compliance Support. Ia menjelaskan data yang diperoleh dari pengecekan itu berupa rekaman panggilan reguler. Sedangkan data dari aplikasi pihak ketiga tak ditemukan.
"Kalau percakapan di CDR, di situ panggilan masuk, keluar dan juga SMS. Di luar itu, sama dengan XL apabila ada pihak ketiga misal WA kami tidak memiliki datanya," ujar Bima.