Komisaris Panin Investment Didakwa Suap Pejabat Pajak Rp 5,59 Miliar
Komisaris PT Panin Investment Veronika Lindawati didakwa menyuap Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak periode 2016-2019 Angin Prayitno Aji sebesar 500 ribu dolar Singapura atau setara Rp 5,59 miliar dengan kurs Rp 11.193. Jaksa Penuntut Umum KPK Yoga Pratomo mengatakan, suap dilakukan agar merekayasa hasil penghitungan pajak milik Bank Panin.
"Terdakwa Veronika Lindawati selaku Komisaris PT Panin Investment sebagai kuasa khusus wajib pajak PT Bank Pan Indonesia Tbk (Bank Panin) memberi uang seluruhnya sebesar 500 ribu dolar Singapura dari Rp 25 miliar yang dijanjikan kepada Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak," kata Jaksa Yoga saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (9/11).
Menurut Yoga, tujuan pemberian suap itu adalah agar Angin Prayitno Aji dan sejumlah bawahannya mau merekayasa hasil penghitungan pajak pada wajib pajak milik Bank Panin. Bawahan yang dimaksud adalah Dadan Ramdani selaku Kasubdit Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan Pajak, Wawan Ridwan selaku supervisor tim pemeriksa, Alfred Simanjuntak selaku Ketua Tim Pemeriksa Pajak, Yulmanizar, serta Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak.
Dalam dakwaan disebutkan Angin Prayitno membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak. Ia meminta agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus mendapatkan fee untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah Tim Pemeriksa Pajak. Pembagian fee yang diterima adalah 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas direktur dan kepala subdirektorat dan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa.
Menurut dakwaan jaksa, pada Desember 2017, Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian membuat analisis risiko wajib pajak Bank Panin tahun pajak 2016. Analisis dibuat untuk mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi.
Dari analisis risiko, didapat potensi pajak 2016 adalah sebesar Rp 81,653 miliar. Lalu Angin menerbitkan surat perintah pemeriksaan untuk Bank Panin dan menunjuk Wawan Ridwan sebagai supervisor gadungan dan Alfred Simanjuntak sebagai ketua tim. Selanjutnya Yulmanizar dan Febrian sebagai anggota pemeriksa pajak.
Pada 13 Desember 2017, tim pemeriksa pajak yang dibentuk Angin melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya temuan sementara berupa kurang bayar pajak sebesar Rp 926,26 miliar. Atas hasil temuan sementara tersebut Kepala Biro Administrasi Keuangan Bank Panin Marlina Gunawan memberikan tanggapan, tapi tim pemeriksa pajak tidak menyetujui tanggapan tersebut.
Marlina lalu menyampaikan temuan tersebut kepada Veronika. Lalu Veronika membuat surat kuasa pada 8 Juni 2018 untuk mewakili Bank Panin dalam pengurusan pajak. Saat itu, Veronika bukan pegawai Bank Panin.
Pada Juni 2018, Veronika lalu menemui tim pemeriksa pajak dan meminta agar kewajiban pajak Bank Panin menjadi sekitar Rp 300 miliar. Sebagai imbalan ia berjanji akan memberikan fee sebesar Rp 25 miliar.
Atas permintaan tersebut, Febrian lalu membuat perhitungan yang sudah disesuaikan sehingga didapat angka sekitar Rp 300 miliar. Perhitungan itu kemudian dilaporkan ke Dadan dan selanjutnya Dadan melaporkan ke Angin Prayitno, Angin pun menyetujuinya.
Tim pemeriksa pajak lalu menyesuaikan hasil pemeriksaan menjadi Rp 303,615 miliar yang tertuang dalam surat Kepala Biro Administrasi Keuangan pada 13 Agustus 2018. Namun, sejak saat itu fee belum kunjung diberikan oleh Veronika. Barulah pada 15 Oktober 2018 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Veronika memberikan uang kepada Wawan Ridwan sebesar 500 ribu dolar Singapura dari komitmen Rp 25 miliar yang dijanjikan.
Selanjutnya Wawan Ridwan menyerahkan seluruh uang fee tersebut kepada Angin Prayitno melalui Dadan Ramdani. Saat itu Angin tidak mempermasalahkan kekurangan fee.
Atas perbuatannya Veronika Lindawati diancam pidana Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.