Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan penggunaan produk lokal, salah satunya dalam proses pengadaan (procurement) barang dan jasa pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN).
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan belanja negara untuk pengadaan barang dan jasa ini setiap tahunnya mencapai sekitar US$ 85 miliar atau sekitar Rp 1.317 triliun (dengan kurs saat ini Rp 15.495/US$), sedangkan BUMN mencapai US$ 25 miliar atau Rp 387 triliun.
"Dulu kami mengimpor 90% barang untuk kebutuhan pemerintah dan BUMN, sekitar US$ 110 miliar per tahun. Kalau kami bisa melakukan pengadaan secara lokal, misalnya separuhnya saja, artinya US$ 50 miliar per tahun, itu bisa digunakan untuk investasi," kata Luhut dalam BloombergNEF Summit di Nusa Dua, Bali, Sabtu (12/11).
Dia menambahkan bahwa Rp 400 triliun menurut data BPS dapat menciptakan 2 juta lapangan kerja baru, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi 1,72% di atas proyeksi saat ini 5,2-5,3%. Sehingga pengadaan barang secara lokal akan menjadi dorongan yang sangat penting bagi perekonomian.
Luhut pun bercerita, kalau kebijakan pemerintah ini mendapatkan protes dari Duta Besar Amerika yang menanyakan kenapa produk-produknya dikeluarkan dari e-katalog pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Suatu hari duta besar Amerika, teman baik saya, datang ke kantor saya dan bertanya 'ada apa Pak Luhut? Kenapa Anda mengeluarkan produk Amerika dari e-katalog Anda'," kisah Luhut.
Lalu pertanyaan itu ia jawab bahwa Indonesia belajar dari Amerika dengan kebijakan "America First"-nya. Indonesia setuju dengan kebijakan yang menjadi doktrin kebijakan luar negeri resmi pemerintahan Presiden Donald Trump.
"Saya jawab, saya minta maaf untuk ini tapi kalian (Amerika) yang mengajarkan kami untuk melakukan itu. Karena presiden kalian berkata America First. Jadi sekarang Indonesia First, jadi jangan marah. Karena saya setuju dengan presiden kalian karena itu kami mengikutinya.' Jadi mohon maaf untuk teman kami Amerika," kata Luhut.
Menurut Luhut, pandemi Covid-19 yang menyadarkan Indonesia atas pentingnya produk lokal. Sebab di saat pandemi, negara-negara melakukan penguncian wilayah atau lockdown, Indonesia kesulitan untuk mengimpor produk penting, terutama yang belum diproduksi di dalam negeri.
"Karena saat terjadi Covid, India lockdown, kita tidak bisa impor apapun, walau hanya parasetamol. Dan ini sangat gila, negara sebesar Indonesia tidak memiliki industri parasetamol dan harus impor," ujarnya.
Namun, saat ini sudah terjadi perbaikan. Sekarang 45-50% kebutuhan farmasi sudah diproduksi di Indonesia. Bahkan mulai bulan depan Indonesia akan memproduksi vaksin 100 juta dosis per tahun dengan teknologi RMNA.
"Jadi Covid-19 juga menjadi wake up call untuk Indonesia. Kami belajar, jika kami bisa me-manage Covid, kami bisa me-manage semuanya," tukasnya.
Sebelumnya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) membekukan 13.600 produk impor pada e-katalog pemerintah untuk mendorong penggunaan produk lokal. Hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
"Yang sudah ada subsitusinya kita bekukan alias tidak bisa beli di e-katalog," kata Kepala LKPP Abdullah Azwar Anas di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (25/8).
Ia memastikan, tren pembekuan produk impor akan terus meningkat. Saat ini LKPP sedang mengembangkan sistem bersama PT Telkom.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan pemerintah mengutamakan produk dalam negeri dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi. "Bukan barang impor hanya diganti bungkusnya misalnya 1% lalu dibilang produk dalam negeri," ujar dia.