Presiden Joko Widodo meminta pemangku kepentingan untuk menjaga kondusifitas politik nasional. Menurutnya, hal tersebut penting agar kondisi ekonomi global tidak menjalar ke perekonomian nasional.
Kepala Negara berharap agar kontestasi dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 berdasarkan ide dan gagasan. Presiden Widodo menilai kontestasi Pilpres 2024 berdasarkan suku, ras, dan agama atau SARA merupakan hal yang berbahaya bagi Indonesia.
"Jangan masuk ke politik SARA, jangan politisasi agama," kata Presiden Jokowi dalam Musyawarah Nasional ke-17 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia di Surakarta, Senin (21/11).
Jokowi mengatakan isu-isu seperti itu berbahaya bagi Indonesia yang sangat beragam. Ia mengajak para politisi agar sibuk beradu ide dan gagasan dalam membenahi negara.
"Kalau bisa suasana politik menuju 2024 itu paling banter hangat, syukur-syukur bisa adem, jangan panas," kata Jokowi.
Sebagai informasi, stabilisasi politik sangat berpengaruh kepada kondisi ekonomi. Jokowi menyampaikan situasi ekonomi dunia saat ini tidak normal. Hal tersebut ditunjukkan dari 14 negara yang telah mendapatkan bantuan dari Dana Moneter Internasional atau IMF.
Presiden menilai angka tersebut cukup tinggi lantaran krisis 1997-1998 hanya membuat IMF memberikan bantuan kepada 5 negara. Kelima negara yang dimaksud adalah Indonesia, Korea Selatan, Thailand, Filipina, dan Malaysia.
Sementara itu, sebanyak 28 negara saat ini sedang melalui proses untuk mendapatkan bantuan dari IMF. Menurutnya, angka tersebut dapat mencapai 66 negara mengingat kondisi ekonomi saat ini.
"Itu enggak mungkin bisa mendapatkan bantuan semuanya. IMF dan Bank Dunia punya keterbatasan," kata Jokowi.
Sebelum Jokowi memberikan pidato, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia memberikan sambutannya dalam Musyawarah Nasional tersebut. Dalam sambutannya, Bahlil menyebutkan beberapa nama yang dikaitkan dengan Pilpres 2024.
Beberapa nama yang disebutkan Bahlil adalah Ketua DPR RI Puan Maharani, Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Erick Thohir, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Walikota Surakarta Gibran Rakabuming Raka.