Kementerian Ketenagakerjaan meminta agar pengusaha untuk menghindari pemutusan hubungan kerja atau PHK. Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan seharusnya ada berbagai langkah yang bisa diambil perusahaan untuk menghindari efisiensi pekerja.
"PHK merupakan jalan paling akhir bila suatu hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja tidak lagi dapat dipertahankan. Karena sebagai jalan paling akhir, maka semua pihak harus berupaya agar tidak terjadi PHK," ujarnya, Kamis (24/11).
Putri mengatakan bahwa secara umumnya PHK dilakukan sebagai respon perusahaan akibat adanya perubahan ekonomi global yang menuntut perusahaan melakukan penyesuaian atas bisnisnya dan efisiensi terhadap pekerjanya. Menurut Putri, seharusnya ada berbagai langkah yang bisa diambil perusahaan untuk menghindari efisiensi pekerja atau PHK.
Tiga langkah tersebut yakni mengurangi fasilitas pekerja tingkat manajerial, penyesuaian shift dan jam kerja, dan pembatasan kerja lembur. "Keseluruhannya itu harus didiskusikan dan dimusyawarahkan secara bipartit baik pelaksanaan maupun jangka waktunya," ujarnya.
Jika PHK tidak dapat dihindarkan, Ia mengingatkan agar kebijakan itu dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik secara prosedur maupun hak-hak yang seharusnya diberikan kepada pekerja.
"Berkaitan dengan hal ini, kami akan lakukan pembinaan terlebih dahulu sampai prosedur yang dilakukan benar-benar telah dilaksanakan sesuai aturan," ujarnya.
Sementara itu, Putri mengatakan untuk pekerja/buruh yang terkena PHK terdapat beberapa bentuk pelindungan diantaranya yaitu, hak atas akibat PHK berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai perat peraturan perundang-undangan.
Tak hanya itu, juga terdapat manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP yang berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Serta manfaat Jaminan Hari Tua atau JHT dalam bentuk uang tunai.
Selain itu, pemerintah juga telah menyediakan program bantalan sosial lainnya seperti manfaat Kartu Prakerja. Pemerintah juga tengah menggodok sejumlah opsi kebijakan yang mendukung resiliensi industri dalam negeri untuk menghadapi gejolak ekonomi global.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, selama periode Januari-September 2022 ada sekitar 10 ribu orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Selama periode tersebut pemecatan paling banyak terjadi di Banten, dengan jumlah korban PHK 3,7 ribu orang. Di urutan selanjutnya ada DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Kepulauan Riau dengan rincian seperti terlihat pada grafik.