Tarif Pembayaran BPJS Naik, RS Diminta Tak Semena-mena Terhadap Pasien

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.
Petugas melayani warga di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Timur, Rawamangun, Jakarta, Kamis (24/11/2022).
29/11/2022, 17.48 WIB

Pemerintah akan menaikkan tarif pembayaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kepada rumah sakit. BPJS Watch sepakat dan menyatakan tarif harus naik untuk melindungi pasien.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mencatat sebanyak 12% peserta BPJS Kesehatan harus mengeluarkan biaya tambahan saat mendapatkan layanan di rumah sakit. Padahal, penarikan biaya tambahan tersebut telah dilarang dalam Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 68 ayat 1.

"Ini yang dibilang regulasinya betul ada, tapi faktanya 12% peserta BPJS Kesehatan masih ada yang out-of-pocket," kata Timboel kepada Katadata.co.id, Selasa (29/11).

Ia mengatakan masih ada rumah sakit di DKI Jakarta yang menurunkan pasien di pelayanan kelas I ke pelayanan Kelas III, tapi mengklaim biaya pelayanan ke BPJS Kesehatan sebagai pelayanan kelas I.

Timboel menilai hal tersebut karena tidak adanya kenaikan tarif kompensasi BPJS Kesehatan ke rumah sakit yang telah bekerja sama. Oleh karena itu, ia menilai tarif tersebut harus naik untuk melindungi pasien dan menaati peraturan.

Tarif yang dimaksud adalah tarif dalam metode pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit melalui sistem paket per episode pelayanan kesehatan atau Indonesian Case Based Group (INA CBGs). Pembayaran tersebut mencakup seluruh biaya perawatan peserta BPJS Kesehatan hingga sembuh.

Kementerian Kesehatan menyatakan rata-rata kenaikan INA CBGs adalah sekitar 12%. Adapun, BPJS Kesehatan mengajukan tarif INA CBGs naik maksimal sebesar 10%, sedangkan asosiasi rumah sakit meminta tarif naik setidaknya 20%.

Untuk diketahui, Perpres Nomor 18 Tahun 2018 mengatur INA CBGs harus disesuaikan setiap 2 tahun sekali. Adapun, penyesuaian tarif tersebut harus dilakukan dengan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan di setiap daerah. 

Timboel menilai Kemenkes harus memperhatikan inflasi yang terjadi pada obat-obatan dan alat kesehatan sejak 2017 hingga saat ini. Menurutnya, hal tersebut penting lantaran biaya obat-obatan berkontribusi hingga 60% dari biaya yang disertakan ke INA CBGs.

Selain itu, Timboel mengingatkan bahwa layanan per provinsi harus dibedakan lantaran perbedaan inflasi per daerah. Hal ini penting lantaran harga obat-obatan di bagian timur Indonesia cukup tinggi karena minimnya infrastruktur logistik.

Ia menyarankan agar rata-rata penyesuaian INA CBGs adalah 15%. Selain itu, tarif yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan ke rumah sakit tidak dihitung secara ketat. "Karena angka ini akan melayani layanan kesehatan untuk 2023-2024," kata Timboel.

Sedangkan kenaikan tarif pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit mulai naik mulai Desember 2022. Beberapa rumah sakit akan mendapatkan kenaikan tarif hingga 30%. 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, sumber dana yang menutup kenaikan tarif tersebut berasal dari surplus BPJS Kesehatan saat ini yang mencapai Rp 52 triliun. Menurutnya, kenaikan tarif tersebut penting lantaran penyesuaian tarif INA CBGs terakhir adalah pada  2016.

Reporter: Andi M. Arief