8 Kesaksian Baru Bharada E Ihwal Kematian Brigadir J, Jadi Mimpi Buruk

ANTARA FOTO/Fauzan/aww.
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer bersiap menjalani sidang lanjuutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (21/11/2022).
Penulis: Ira Guslina Sufa
1/12/2022, 09.35 WIB

Kesaksian Bharada Richar Eliezer atau Bharada E di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Rabu (30/11) lalu membawa babak baru dalam pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Di hadapan terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf, Bharada E yang juga menjadi terdakwa dalam kasus itu mengungkap sejumlah peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah kematian Brigadir J. 

Selama sidang,  di hadapan Majelis Hakim Bharada E mengungkapkan perasaannya yang diliputi rasa takut dan dilema setelah turut membunuh rekan kerja yang sudah dianggap sebagai abang. Mantan anak buah Ferdy Sambo itu pun mengaku sempat dihantui mimpi buruk selama tiga minggu setelah kematian Brigadir J. 

Tak hanya menyatakan perasaannya, Bharada E juga mengungkap sejumlah peristiwa yang ia ketahui mengenai hubungan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Dalam kesaksiannya, ia menyebut sempat melihat Ferdy Sambo dan Putri marah. 

Pada perkara pembunuhan Brigadir J ini, Bharada E bersama Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka dikenai ancaman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.

Berikut sejumlah kesaksian yang dimunculkan Bharada E dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan Brigadir J. 

Bharada E Melihat Perempuan Menangis

Bharada E mengungkapkan pernah melihat ada perempuan menangis keluar dari rumah Ferdy Sambo yang berada di Jalan Bangka. Kejadian itu berlangsung sekitar satu bulan sebelum penembakan Brigadir J terjadi. 

Penjelasan mengenai perempuan menangis itu disampaikan Bharada E saat menjawab pertanyaan hakim. Saat itu hakim bertanya apakah Bharada E pernah melihat Ferdy Sambo bertengkar dengan istrinya Putri Candrawathi. Bharada E pun kemudian menjelaskan peristiwa yang mengganjal pikirannya.  

"Kami gak tahu ada kejadian apa di dalam rumah itu. Mungkin satu atau dua jam kemudian, ada orang keluar dari rumah, saya bilang Fon (Alfons) ada orang keluar itu. Ada perempuan, saya tidak kenal, nangis dia," kata Richard menggambarkan suasana pada saat itu saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/11). 

Menurut Richard, saat itu sang perempuan terlihat mencari sopirnya. Ia kemudian membantu perempuan itu memanggilkan sang sopir. 

 "Perempuan itu bilang mencari driver-nya dia, cari mobil di mana, saya lari ke samping, saya panggil driver-nya, kemudian bawa mobil Pajero Hitam kalau gak salah. Baru driver-nya datang, parkir mobil, perempuan itu naik, baru pulang," kata Bharada E lagi 

Lebih jauh, Richard mengatakan sejak kejadian tersebut Ferdy Sambo jarang datang ke Rumah Bangka. Ferdy Sambo menjadi lebih sering berada di rumah Saguling. 

Bharada E Melihat Putri Marah 

Bharada E mengatakan pernah melihat Putri Candrawathi marah.  Cerita dari Bharada E mengalir setelah hakim bertanya apakah ia pernah melihat Ferdy Sambo dan Putri bertengkar sebelum peristiwa pembunuhan Brigadir J terjadi. 

Menanggapi pertanyaan hakim, Bharada E pun bercerita pernah mengalami kejadian yang ia nilai janggal pada akhir Mei 2022 lalu.  Menurut Bharada E, saat itu ia sedang kebagian tugas piket di rumah Saguling. 

Saat sedang berjaga, tiba-tiba dia melihat Putri turun dan keluar dari rumah Saguling bersama dengan Brigadir J. Bahkan, Bharada E melihat saat itu Brigadir J membawa senjata dan ditaruh di mobil.  

Richard kemudian melanjutkan ceritanya. Setelah sampai di bawah Putri lantas memanggilnya bersama dengan Yosua, dan Mathius. Mereka kemudian pergi meninggalkan rumah Saguling mengendarai dua mobil.   

"Ibu PC panggil kita semua bertiga. Saya, almarhum dan bang Mathius. Abis itu dia bilang 'nanti dek Mathius kamu naik di mobil ibu ya', 'nanti dek Richard kamu di mobil sendiri ya di belakang'. Jadi kami jalan Yang Mulia, ke arah Kemang," katanya. 

Richard mengatakan setelah mendapat instruksi dari Putri, mereka kemudian berputar-putar di sekitar daerah Kemang. Setelah itu, rombongan bergerak ke kediaman di rumah Bangka. Saat itulah Putri terlihat marah. 

Setibanya di rumah Bangka, menurut Richard Yosua memerintahkan untuk memarkirkan mobil ke belakang. Tak berselang lama, Ferdy Sambo yang diantar oleh Sadam tiba di rumah Bangka. Sambo juga datang dalam kondisi marah dan masuk ke dalam rumah.  

Setelah itu, dari keterangan Richard, Yosua mengabarkan padanya, bahwa akan ada rekan Sambo bernama Erben yang akan datang. Namun, pada saat itu, Richard tidak melihat kedatangan Erben masuk ke dalam rumah, karena posisinya sedang di belakang. 

"Waktu sudah masuk semua, Bang Yos bilang, tidak ada selain kami berdua [yos dan matheus] yang ada di dalam rumah, area kediaman Bangka. Semua nunggu di luar," kata Bharada E. 

Sesuai perintah itu, Richard, Alfons, dan Farhan menunggu di pintu depan. Sedangkan Romer, Sadam, dan Somad serta ART lainnya menunggu di pintu belakang. 

"Kami gak tahu ada kejadian apa di dalam rumah itu,” ujar Bharada E lagi. 

Selanjutnya setelah hampir dua jam Richard mengaku melihat ada seorang perempuan yang keluar dari rumah.  

“Saya bilang Fon (Alfons) ada orang keluar itu. Ada perempuan, saya tidak kenal, nangis dia," kata Richard menggambarkan suasana pada saat itu. 

Richard mengatakan, perempuan tersebut kemudian mencari supirnya. Richard pun membantu memanggil si sopir.  

"Perempuan itu bilang mencari driver-nya dia, cari mobil di mana, saya lari ke samping saya panggil driver-nya, kemudian bawa mobil Pajero Hitam kalau gak salah. Baru driver-nya datang, parkir mobil, perempuan itu naik, baru pulang," katanya. 

Richard mengatakan sejak kejadian tersebut Ferdy Sambo jarang datang ke Rumah Bangka. Ferdy Sambo menjadi lebih sering berada di rumah Saguling. 

Ferdy Sambo dan Putri Sudah Pisah Rumah 

Bharada E mengungkapkan mantan atasannya, Ferdy Sambo sudah pisah rumah dengan istrinya, Putri Candrawathi. Hal itu diungkapkan Bharada E saat menjadi saksi untuk terdakwa Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/11). ‘

"Ketahui sendiri (Sambo dan Putri pisah rumah) Yang Mulia. Karena saya juga kan yang piket, Yang Mulia," kata Richard dalam sidang lanjutan pembunuhan Brigadir J.  

Menurut Bharada E, fakta bahwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sudah pisah rumah bukanlah rahasia. Hal itu sudah diketahui oleh ajudan Ferdy Sambo lainnya.  

"Iya (tahu) Yang Mulia. (Ajudan lain) Tahu semua, Yang Mulia," kata Richard.  

Ferdy Sambo Sering Pulang Malam 

Selain sudah pisah rumah, Bharada E juga mengungkapkan bahwa mantan Kadiv Propam Polri tersebut sering pulang malam. Hal itu dijelaskan Richard saat menjawab pertanyaan hakim Wahyu Imam Santoso menanyakan. 

"Siap, biasanya jam sembilan ke atas, Yang Mulia. Pernah juga subuh, Yang Mulia," kata Richard menjawab. 

Mendengar jawaban tersebut, hakim kemudian meminta Richard untuk menceritakan kebiasaan Sambo pulang malam tersebut.

 "Biasanya kalau pada saat pengalaman saya (melaksanakan) piket, biasanya beliau dijemput sama rekannya, Yang Mulia. Kami disuruh menunggu di kantor, Yang Mulia," kata Richard menjelaskan. 

Richard mengatakan, para ajudan menunggu di kantor hingga Sambo kembali lagi. Ajudan tidak mengetahui pasti ke mana saja Ferdy Sambo pergi. "Baik rekan kepolisian maupun rekan yang lain?," kata hakim memastikan. "Siap, Yang Mulia," kata Richard menjawab.

Skenario Pembunuhan Brigadir J

Pada Jumat (8/11) Richard mengisahkan mengenai dirinya yang baru saja tiba di Jakarta dari Magelang, Jawa Tengah. Bertempat di rumah pribadi Ferdy Sambo di Saguling, Richard mengaku dirinya diminta oleh Ricky untuk pergi ke lantai tiga atas perintah Ferdy Sambo.

Ketika tiba di lantai 3, dirinya duduk di atas sofa, dan semula hanya bertemu dengan Ferdy Sambo. Ricky, Yosua, dan Kuat Ma’ruf tidak berada di sekitar mereka. Yang menyusul untuk duduk di sofa beberapa saat kemudian adalah Putri Candrawathi.

Saat itu, Ferdy Sambo bertanya kepada Richard apakah dia mengetahui apa yang terjadi di Magelang, dan Richard pun mengaku bahwa ia tidak mengetahui apa yang terjadi di Magelang.

Selanjutnya, Ferdy Sambo mengatakan bahwa Yosua Hutabarat telah melecehkan Putri Candrawathi di kediamannya di Magelang.

“Dengar itu saya kaget, takut juga,” tutur Richard.

Richard mengaku merasa takut karena saat itu karena dirinya merupakan salah satu ajudan yang ada di Magelang saat itu. Setelahnya, Ferdy Sambo pun menunjukkan amarah terkait peristiwa yang terjadi di Magelang.

“Kurang ajar ini, kurang ajar. Dia sudah tidak menghargai saya. Dia menghina harkat martabat saya,” ucap Richard ketika mengutip Ferdy Sambo.

Bahkan, Richard mengungkapkan, Ferdy Sambo sempat mengucap, “Harus dikasih mati anak ini” dengan emosi dan wajah yang sudah memerah.

Usai menumpahkan emosinya, Richard pun mengungkapkan bahwa Ferdy Sambo mengatakan, “Nanti, kau yang tembak Yosua, ya. Karena kamu yang tembak Yosua, saya yang akan bela kamu. Kalau saya yang tembak, tidak ada yang bela kita.”

Ferdy Sambo pun memaparkan skenario yang akan mereka gunakan, yakni peristiwa diawali dengan pelecehan dari Yosua terhadap Putri Candrawathi. Kemudian, Putri berteriak dan didengar dengan Richard.

Setelah Richard datang ke tempat Putri dan Yosua ketahuan, terjadi adu tembak antara Yosua dengan Richard, yang berakhir pada terbunuhnya Richard. Demikian paparan skenario oleh Sambo kepada Richard, tepat di hadapan Putri Candrawathi.

Mendengar skenario tersebut, Richard mengaku kaget, takut, dan merasa tertekan. Pergolakan tersebut mengakibatkan pikirannya menjadi kacau dan dirinya terdiam.

Ketika meyakinkan Richard untuk melakukan penembakan, Ferdy Sambo berulang kali mengatakan bahwa skenario tersebut menempatkan Richard dalam posisi yang aman. Pertama, Richard berada di dalam posisi membela Putri Candrawathi. Kedua, Richard berada di dalam posisi membela diri karena, berdasarkan skenario, Yosua menembak Richard terlebih dahulu.

Menurut Bharada E Ferdy Sambo menegaskan kepada Richard bahwa ia berada di dalam posisi yang aman. Lantas, sebelum beranjak menuju rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Richard sempat ke kamar mandi dan berdoa kepada Tuhan.

Ia memohon agar Ferdy Sambo berubah pikiran dan berharap agar peristiwa Duren Tiga tidak terjadi.

Penembakan Brigadir J

Beranjak menuju Duren Tiga, Richard mengungkapkan bahwa dirinya sempat merasa takut ketika berada di lantai 2. Kala itu, ia menyempatkan diri untuk kembali berdoa di kamar dan terdiam selama beberapa saat.

“Dalam pikiran saya, ‘wah, sudah mau terjadi’,” ucap Richard.

Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara Ferdy Sambo yang memasuki kediaman. Pada momen itu, berdasarkan kesaksian Richard, Ferdy Sambo telah menggunakan sarung tangan karet hitam.

Richard pun turun dari lantai dua untuk menghampiri Ferdy Sambo. Ketika tiba di hadapan Ferdy Sambo, Richard mendengar Sambo bertanya, “Sudah kau isi senjatamu?”

Richard mengatakan bahwa dirinya belum mengisi, dalam hal ini mengokang senjatanya. Usai diberi perintah, Richard pun mengokang senjata miliknya, yakni Glock.

Tak lama kemudian, Yosua masuk bersama Ricky dan Kuat Ma’ruf yang berada di belakang Yosua. Saat Yosua masuk, tutur Richard, Ferdy Sambo langsung menoleh ke arah Yosua dan berseru, “Sini kamu!”

Richard juga bersaksi bahwa Ferdy Sambo memegang leher Yosua dan meminta Yosua untuk berlutut di depannya.

Akan tetapi, menurut Bharada E Yosua tidak berlutut dan hanya merendahkan tubuh sembari bertanya-tanya apa yang sedang terjadi saat itu. Kemudian, Ferdy Sambo melirik ke arah dirinya dan memerintahkan Richard untuk menembak Yosua.

“Melirik ke saya, ‘Woy kau tembak, kau tembak cepat! Cepat kau tembak!’,” ucap Richard ketika menggambarkan situasi yang ia alami saat itu.

Akhirnya, Richard pun menembak Yosua sebanyak tiga atau empat kali dengan jarak sekitar 2 meter. Kala melontarkan tembakan pertama, Richard mengaku bahwa dirinya sempat menutup mata. Setelah menerima tembakan, Yosua pun terjatuh dan sempat mengerang kesakitan.

Ricky Rizal Pernah Ingin Tabrakkan Bharada E

Bharada E mengungkapkan koleganya Ricky Rizal pernah menyampaikan niat ingin menabrakkan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Menurut Bharada E niat itu ada saat rombongan Putri Candrawathi dalam perjalanan dari Magelang menuju Jakarta. 

"Bang Ricky ini bilang ke saya, ingin menabrakkan mobil di sebelah sisi kiri, pada saat dari Magelang ke Jakarta," kata Bharada E ketika menyampaikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (30/11). 

Menurut Bharada E, pada saat itu, Ricky ingin menabrakkan mobil pada sisi kiri. Alasannya, saat perjalanan dari Magelang ke Jakarta Brigadir J duduk di posisi sebelah kiri dan tertidur sepanjang perjalanan.  

Bharada E memaparkan, setelah adanya kejadian di Magelang, Jawa Tengah, rombongan Putri Candrawathi kembali ke Jakarta dengan menaiki mobil secara terpisah. Brigadir J yang biasanya menjadi sopir Putri, justru berada di mobil yang sama dengan Ricky Rizal. Sementara itu, Putri menaiki mobil yang sama dengan Bharada E, Kuat Ma'ruf, dan asisten rumah tangga (ART) Susi. Cerita Ricky Rizal itu membuat Bharada E menduga bahwa konflik terkait Brigadir J telah terjadi sejak di Magelang.

"Saya berpikir, dalam pikiran saya, berarti sudah dari Magelang ini," kata Bharada E. 

Mendengar pernyataan itu, Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa pun menegaskan pada Bharada E mengenai apakah pernyataan itu dapat ia pertanggungjawabkan. Ia juga mengingatkan Bharada E yang tengah bersaksi, bahwa ia sudah disumpah. 

"Bisa (saya pertanggungjawabkan). Siap, saya disumpah," ujar  Bharada E. 

Menurut Bharada E, pengakuan Ricky itu disampaikan saat mereka tengah duduk bersama. Meski tidak ingat persis tanggal percakapan, namun Bharada E mengatakan diskusi itu terjadi setelah Brigadir J meninggal. 

"Saya tidak bisa pastikan tanggal-tanggalnya, tapi sering. Nah, Itu sempat di lantai dua itu, pada saat saya dan bang Ricky di samping, bang Ricky sempat ngobrol ke saya, blak-blakan," kata Bharada E lagi.  

Bharada E bersaksi, Ricky Rizal pun menyanggah pernyataan tersebut dan mengatakan ia tidak pernah menyampaikan bahwa dirinya ingin menabrakkan mobil dalam perjalanan dari Magelang menuju Jakarta bersama Brigadir J. “Pasca-penembakan, yang kami bertemu di lantai 2 berdua dan saya menyampaikan ingin menabrakkan mobil, itu tidak pernah saya sampaikan," ucap Ricky.

Bharada E Merasa Berdosa hingga Mimpi Buruk

Richard mengaku bahwa dirinya menembak karena merasa takut dan tertekan. Perbedaan pangkat di antara dirinya dengan Ferdy Sambo, menurut Richard, bagaikan langit dan bumi.

“Ini jenderal bintang dua, menjabat sebagai Kadiv Propam dan posisi saya, pangkat saya bharada. Pangkat terendah,” ucapnya.

Ia pun tidak tahu harus berbicara kepada siapa mengenai hal ini. Selain itu juga terdapat ketakutan, apabila ia bercerita kepada orang lain dan Ferdy Sambo mengetahui hal tersebut, dia akan menjadi korban seperti Yosua.

Richard kemudian memutuskan untuk tetap melakukan penembakan terhadap Yosua. Akan tetapi, pascapenembakan,Richard mengaku dirinya merasa dihantui oleh bayang-bayang Yosua.

Selama 3 minggu, Richard mengatakan dirinya dihantui oleh mimpi buruk. Bayang-bayang Yosua membuatnya merasa takut dan tertekan.

Ia juga merasa bersalah atas penembakan yang telah ia lakukan terhadap Yosua. Dengan demikian, Richard pun mengakui perbuatannya dan membongkar skenario Sambo.

Penasihat hukum Richard, Ronny Talapessy, juga mengatakan hal yang serupa. Ronny mengatakan bahwa Richard merasa bersalah mengingat ia telah menembak teman sendiri, bukan orang lain.

Karenanya, tutur Ronny, pihaknya selalu mendampingi Richard dan sempat melibatkan rohaniawan untuk mendampingi Richard ketika di tahanan.

“Tapi, buat kami, sekarang sudah lebih lega. Kenapa? Karena ketika meminta maaf kepada keluarga korban, kemudian keluarga korban memaafkan, itu sudah lega,” ucap Ronny.

Reporter: Ade Rosman, Antara