Kumpulan Puisi tentang Waktu yang Inspiratif

Katadata
Ilustrasi, waktu.
Penulis: Tifani
Editor: Agung
1/12/2022, 11.30 WIB

Waktu menjadi salah satu hal penting. Bahkan dapat dibilang waktu adalah uang. Namun adakalanya kita lupa akan hal tersebut, dan malah membuang-buang waktu yang dimiliki. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk mengingat betapa berharganya waktu, salah satunya dengan puisi tentang waktu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), puisi merupakan karya sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik, dan bait. Sedangkan menurut Heman J. Waluyo, puisi merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran serta perasaan penyair secara imajinatif dan kemudian disusun dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan batinnya

Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berisi rangkaian tulisan atau diksi yang saling terhubung antara satu dengan yang lainnya. Dengan menulis puisi, seseorang bisa bebas mengekspresikan perasaan terhadap suatu hal, termasuk sebagai mengingat betapa berharganya waktu. Dikutip dari laman pelajar.web.id, berikut contoh dan inspirasi puisi tentang waktu dari penyair-penyair Indonesia.

1. Menyulam Waktu

Perempuan itu

nyatanya terlalu menginginkan hujan

Ingin mendekap, dalam-dalam

Sayangnya, hujan enggan cepat didekap


Ia harus menghitung putaran detik di jam dinding kamarnya

Berminggu-minggu, berbulan-bulan

Sampai bayi merah kini telah merupa mawar merekah


"Jangan hanya menunggu, lakukan sesuatu" ucap rintik di satu waktu

Maka bila suatu saat nanti hujan tak mau lagi

Mengalirkan harap pada dekap

Setidaknya dada puan itu telah kuyup oleh gerimis


Namun

Mata air yang katamu benar bening,

nyatanya telah kering oleh sajak yang dituturnya tiap-tiap malam


Perempuan itu,

telah beku.


2. Merawat Rindu

Masih yang tulus ku rasa

sedetik pikiran tanpa tak meluka

dengan sebingkai noda paling indah merona

"La-la-la-la" denting relungku menjajaki hamparan jiwa


Sebuah senyum di ujung waktu penuh rana

Mungkin yang setia ku bawa

memantik rindu tak bertepi dengan raga

merajut waktu kalbu dengan nyawa


Apalah sebuah nada "sya-da-du-du-da-da"

hayalku tak pernah luput tanpa dia

Serbuk detik ku tumpuk

Misiu menit ku genggam


Debu jam ku jadikan tumpu

Tak peduli tampungan tahun

yang ku tahu hanya menyulam waktu

Hayal bukan berarti ku tak berakal


Mati bukan berarti ku tak mampu menari

Gila bukan berarti ku tak berdaya

Ini hanya ku tak suka bahagia

tanpa dia yang selalu di dada, selamanya.


3. Putaran Ambisi

Degup jantung menghempas ke seluruh tubuh

Memanaskan tujuan tiap kalo tak sejalan

Luapkan ambisi seisi tubuh

Yang menggoncang ruang putaran


Derai langkah terus berjalan

Dibelakang waktu

Melampaui tiap-tiap keinginan yang mulai memuncak

Hingga melupakan sibuknya menuju jalan yang abadi


Tanpa pikiran yang tenang

Maka hari ini

Akan ku sumpah

Waktu lah yang selalu menungguku

4. Menantimu

Denting demi denting waktu terlalu cepat bergerak.

Tetes demi tetes embun terlalu cepat mengering.

Sirat demi sirat sinar terlalu cepat tersebar. Namun mataku..

Terbujur kaku menatap satu titik semu pada sebidang pintu itu.


Tempat dimana bayang sosoknya tiba.

Tempatku berjumpa dengan kehangatan. Butiran debu berbisik mengajakku pergi.

Namun kursi tua ini terlalu nyaman untuk ku beranjak.

Aku terjebak pada waktu yang enggan menjawab kapan sosok itu tiba.


Besitan demi besitan bayangnya temani jenuhku.

Buatku semakin enggan tuk bergerak.

Ku perangi arus kesunyian.

Ku arungi arus kejenuhan.


Ku sulam waktu demi waktu.

Untuk menghangatkanmu dengan rajutan kasih.


5. Takdirku

Sejak menatap dunia, aku bernafas dalam penjara

Penjara yang membuatku sekilas nampak remaja

Namun bahkan terhadap asa aku hanya menyapa

Lalu kau tanpa sengaja melintasi senja


Dimana aku sempat mencoba

Terbangun dari semua ilusi belaka

Yang sering ku anggap nyata

Selaksa gemintang menjadi saksi


Penantian dalam yang ku simpan di hati

Tentang sebuah rasa yang sepi

Karena sebuah nama yang tanpa sengaja hinggapi

Penjaraku tak lagi senyap


Sebab pikirku kini tlah lenyap

Ikuti langkah kecilmu yang berderap


6. Penantian Tanpa Ujung

Aku masih di sini

Menantimu untuk kembali

Ulangi kisah yang pernah tertulis

Dengan tinta merah pena cintamu


Kini setelah kau pergi

Hidupku hampa tanpa dirimu

Berselimut angin kesunyian

Mendekap rindu dalam sendu


Awan mendung hiasi wajah

Datangkan hujan air mata

Luapkan banjir penuh duka

Di dalam badai kerinduan


Hari-hariku sepi tanpamu

Malamku sunyi tanpa dirimu

Hatiku panas tidak terkira

Dibakar api gejolak rindu


Kini diriku telah terjebak

Dalam penantian tanpa ujung

Berharap dirimu kembali lagi

Kau... yang kini telah tiada

7. Selisik

Separuh detik

Angin datang pada musim klasik

Ada

Diaroma

Seratap duka dalam kurun tanpa masa

Pagi itu

Angin klasik menerobos dinding

Sedang, jarum kecil masih memeluk detik-detik panjang

Sepotong kain bernama waktu teronggok

Belum selesai sang penyulam bekerja, namun ia sudah merongok

Kain itu punyaku

Selisik

Detik klasik

Bisakah aku meminta kau melanjutkan langkah yang belum berirama?

Atau, bisakah aku meminta hal sederhana ;

Jadilah penyulam waktuku dengan detik-detik panjangmu.

Suatu tempat, suatu waktu