Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini Selasa (6/12) akan menggelar sidang paripurna. Salah satu agenda yang akan dibahas adalah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan atas Randang Undang-undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pengesahan RUU KUHP merupakan bagian dari mekanisme yang telah disepakati bersama. Sebelumnya draft RUU KUHP telah disetujui oleh Komisi Hukum bersama pemerintah diwakili Kementerian Hukum dan HAM pada rapat kerja Kamis (24/11). Meski begitu, Sufmi mengakui bahwa masih ada kelompok masyarakat yang belum setuju sepenuhnya dengan rancangan RUU KUHP yang akan disahkan hari ini.
"Tentunya hal ini tidak bisa memuaskan semua pihak dan karena sudah disetujui dalam tingkat I, saya pikir itu sudah selesai di DPR," kata Sufmi di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (5/12).
Merujuk situs resmi DPR, pengesahan RUU KUHP akan dibahas dalam paripurna hari ini bersama dua agenda lainnya. DPR juga akan mengesahkan RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang kerja Sama Pertahanan dan pengesahan RUU tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Fiji tentang Kerja Sama Bidang Pertahanan. Sidang paripurna dijadwalkan akan dimulai pada pukul 10.00 WIB.
Kemarin, sejumlah kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menggelar aksi di depan gedung DPR. Isu utama yang diangkat adalah menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang KUHP yang akan dilakukan DPR pada Selasa (6/12).
Pegiat Aliansi Nasional Adhitiya Augusta mengatakan rencana pengesahan RUU KUHP merupakan hal yang nekat. Aliansi menilai masih ada sejumlah pasal dalam draft terakhir RUU KUHP yang perlu dibahas lebih jauh.
“Aksi hari ini merupakan respons masyarakat yang menolak pengesahan RKUHP bermasalah. Dalam draf tersebut masih mengandung banyak pasal bermasalah,” ujar Adhitiya, Senin (5/12).
Menurut Aditya dalam draft RUU KUHP terakhir tertanggal 30 November 2022 masih ada sejumlah pasal bermasalah. Pasal yang bermasalah itu dinilai anti demokrasi seperti terlihat dalam pasal pembungkaman terhadap pers. Juga masih ada pasal yang menempatkan hukuman mati sebagai salah bentuk pidana.