Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengesahkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) pada sidang hari Selasa (6/12). Pengesahan akan dilakukan pada pukul 10.00 WIB.
Sebelumnya, pemerintah mengatakan telah menghapus beberapa pasal kontroversal dalam RKUHP. Salah satunya adalah pencemaran nama baik dan penghinaan yang tercantum dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pemerintah juga telah memberikan penjelasan terkait penghinaan dan kritik sebagai bentuk perlindungan dan masukan dari masyarakat. Penjelasan diberikan kepada koalisi masyarakat sipil yang dimotori oleh Institute for Criminal Justice Reform ICJR.
"Yang diminta kan perbedaan penghinaan dan kritik, itu sudah kami jelaskan. Penjelasannya diambil dari Undang-Undang Pers," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharief Hiariej di Istana Kepresidenan, Senin (28/11).
Pasal lain yang dihapus adalah kecurangan oleh advokat dan dokter gigi tanpa izin praktik. Ini karena dua hal ini telah diatur dalam UU sektoral masing-masing.
Meski demikian, masih ada beberapa pasal kontroversial masih tercantum dalam RKUHP yang akan disahkan. Bahkan, organisasi masyarakat sipil akan menggelar aksi hari ini karena masih ada sejumlah pasal dalam draft terakhir RUU KUHP yang perlu dibahas lebih jauh.
Ahli hukum pidana Universitas Brawijaya, Malang, Lucky Endrawati, mengungkapkan terdapat beberapa pasal tindak pidana yang masih menjadi objek bahasan dalam RKUHP. Pasal-pasal itu diperbincangkan lantaran masih ada kelompok masyarakat yang mempertanyakannya.
"Ada 14 pasal tindak pidana yang masih menjadi objek bahasan dalam RUU KUHP," kata Lucky kepada Katadata.co.id Jumat (2/12).
Daftar 14 Pasal Krusial dalam RUU KUHP
1. Living Law (Pasal 2 & 601 RUU KUHP)
Pasal ini sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap hukum adat (delik adat) yang masih hidup. Meski begitu penggunaan hukum adat akan tetapi dibatasi oleh Pancasila, UUD 1945, HAM, dan asas-asas hukum umum.
2. Pidana Mati (Pasal 67 & 100 RUU KUHP)
RUU KUHP telah mengatur bahwa Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun. Pidana mati dapat diberikan dengan mempertimbangkan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Pasal ini juga akan melihat peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
3. Kebebasan Berpendapat dalam RUU KUHP
Lucky mengatakan, penyusunan Tindak Pidana dalam RUU KUHP sudah mengacu pada beberapa Pertimbangan Putusan MK: Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006: Pengujian Pasal 134, 136 & 137 KUHP tentang Penghinaan Presiden. Dalam putusannya MK menyebutkan penghinaan terhadap presiden selaku pejabat dapat menggunakan Pasal 207 KUHP sebagai Delik Aduan.
4. Penghinaan Presiden (Pasal 218 RUU KUHP)
Pasal ini mengacu pada pertimbangan dan Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 mengenai Pasal 207 KUHP. Putusan itu menyatakan bahwa dalam hal penghinaan ditujukan kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden selaku pejabat tetap bisa dituntut dengan Pasal Penghinaan Terhadap Penguasa Umum tapi sebagai Delik Aduan.
5. Tindak Pidana Menyatakan Diri Memiliki Kekuatan Gaib Untuk Mencelakakan Orang (Pasal 252 RUU KUHP)
Pidana berlaku bagi yang mengaku memiliki kekuatan gaib yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik. Pasal ini jenisnya adalah Delik Formil, yaitu yang dilarang adalah perbuatannya saja, tanpa memperhatikan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatan itu.
6. Membiarkan Unggas yang Merusak Kebun/Tanah yang Telah Ditaburi Benih (Pasal 277 RUU KUHP)
Pasca sosialisasi RUU KUHP, telah dilakukan penambahan frasa 'yang menimbulkan kerugian' (menjadi Delik Materiil). "Pasal ini masih diperlukan guna melindungi kepentingan hukum para petani," kata Lucky.
7. Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan/Contempt of Court (Pasal 280 RUU KUHP)
Pasal ini diperlukan untuk menjaga ketertiban jalannya persidangan. Selain itu ketentuan ini juga untuk melindungi integritas dan wibawa pengadilan.
8. Tindak Pidana Terhadap Agama/Penodaan Agama (Pasal 302 RUU KUHP)
Perbuatan yang dilarang dalam pasal ini adalah menunjukkan permusuhan, kebencian, dan hasutan untuk melakukan permusuhan. Selain itu juga ada larangan untuk kekerasan, atau diskriminasi terhadap agama dan kepercayaan orang lain.
9. Tindak Pidana Penganiayaan Hewan (Pasal 340 ayat (1) RUU KUHP)
Lucky mengatakan ketentuan ini masih diperlukan dan telah diberikan penjelasan pasal bahwa tujuan yang dimaksud dengan “tujuan yang tidak patut”. Menurut Lucky maksud dari tujuan yang tidak patut antara lain, selain untuk konsumsi, ilmu pengetahuan, penelitian dan medis.
10. Tindak Pidana Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan Pada Anak (Pasal 412 RUU KUHP)
Lucky berpandangan ketentuan ini ditujukan untuk melindungi anak dari perilaku seks bebas. Ketentuan ini dipakai dengan pengecualian bahwa penyampaian informasi dan/atau peragaan alat, obat, dan cara kontrasepsi dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga lain yang terlatih di tempat dan dengan cara layak. Selain itu pasal ini juga tidak berlaku bagi kepentingan program KB, pencegahan PMS, pendidikan dan ilmu pengetahuan.
11. Penggelandangan Sebagai Tindak Pidana (Pasal 429 RUU KUHP)
Lucky mengatakan, tujuan pengaturan Tindak Pidana ini adalah untuk menjaga ketertiban umum.
12. Aborsi dalam RUU KUHP (Pasal 467 RUU KUHP)
Menurut Lucky, bukan merupakan Tindak Pidana baru. Ketentuan ini sudah diatur dalam Pasal 346, 347, 348 dan 349 KUHP.
13. Ruang Privat Masyarakat Terkait Kesusilaan
Lucky mengatakan, pengaturan Tindak Pidana yang berkaitan dengan ruang privat masyarakat misalnya Tindak Pidana Perzinaan dan Tindak Pidana Hidup Bersama di Luar Perkawinan diatur sebagai Delik Aduan. Ketentuan ini hanya hanya dapat diproses secara hukum apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan langsung, yaitu suami atau istri; atau orang tua atau anaknya.
14. Tindak Pidana Perzinaan (Pasal 415), Kohabitasi (Pasal 416) & Perkosaan dalam Perkawinan (Pasal 477)
Delik aduan yang hanya dapat diproses bila ada pengaduan dari pasangan, orang tua, atau anak.