PUPR Rekomendasikan Jalur Sesar Cimandiri Menjadi Area Non-Hunian

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww.
Ilustrasi, tim SAR gabungan mencari korban yang tertimbun longsor akibat gempa di Kampung Cijedil, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (27/11/2022).
Penulis: Agung Jatmiko
11/12/2022, 17.44 WIB

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) memberi rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur, Jawa Barat, agar daerah rawan bencana di sepanjang jalur sesar Cimandiri menjadi zona merah dan area non-hunian.

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mengatakan, rekomendasi tersebut dikeluarkan untuk mengantisipasi kerusakan rumah dan menghindari  kemungkinan ada korban jiwa apabila terjadi bencana alam.

"Kami merekomendasikan kepada pemda setempat agar lokasi bencana sepanjang sesar Cimandiri dijadikan zona merah dan area non-hunian," ujar Iwan, dikutip dari Antara, Minggu (11/2).

Seperti diketahui, dalam bencana gempa Cianjur, banyak rumah warga yang mengalami kerusakan mulai tingkat rusak ringan, sedang, hingga berat. Bencana tersebut membuat ribuan warga harus meninggalkan tempat tinggalnya, dan mengungsi ke daerah yang aman, menempati tenda-tenda pengungsian.

Menurut Iwan, Kementerian PUPR akan terus berkoordinasi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Geologi, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terkait penanganan infrastruktur pascabencana yang terjadi beberapa waktu lalu.

Dari peta BMKG, diperoleh informasi dan hasil foto udara zona bahaya patahan aktif atau sesar Cimandiri memiliki panjang sekitar 9 kilometer (Km) dan membentang melewati sembilan desa mulai Desa Ciherang hingga Desa Nagrak.

"Jadi sekitar 300-500 meter jalur sesar Cimandiri tersebut, sebisa mungkin menjadi area non-hunian seperti jalur hijau, pertanian maupun ruang terbuka hijau," ujar Iwan.

Kementerian PUPR juga meminta agar Pemkab Cianjur lebih tegas mengkoordinir warga agar tidak kembali ke hunian yang lama. Sebab, Kementerian PUPR telah menyiapkan rumah tahan gempa dengan teknologi rumah instan sederhana sehat (RISHA) untuk relokasi warga di lahan yang sudah disiapkan di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku, yang lengkap dengan prasarana, sarana, dan utilitasnya.

Sebagai informasi, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Perumahan telah menyiapkan rumah tahan gempa untuk relokasi warga terdampak bencana tipe 36 dan memiliki lahan 75 meter persegi (m2).

Rencananya rumah tahan gempa tersebut dibangun sebanyak 200 unit dan terbagi menjadi dua tahap yakni tahap pertama ditargetkan selesai pada akhir Desember 2022 dan tahap kedua pada pekan ketiga Januari 2023.

Seperti diketahui, gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,6 terjadi di Cianjur pada 21 November. Bencana alam ini menyingkap potensi gempa di Jawa Barat. Di wilayah ini, terdapat tiga sesar atau patahan lempeng bumi aktif, yakni Sesar Lembang, Cimandiri, dan Baribis. Ketiga sesar ini menyimpan potensi lindu besar di Jawa Barat.

Jawa Barat diketahui memiliki tiga sesar aktif, yakni Sesar Lembang, Cimandiri, dan Baribis. Berdasarkan penelitian tim Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran 2017 lalu, sesar Cimandiri merupakan sesar tua yang terbentuk saat proses orogenesa tahap II, yaitu pada waktu Akhir Eosen Tengah.

Sesar ini membentang sepanjang 70 kilometer dan bisa dibagi dua berdasarkan orientasi jalur sesarnya. Pertama, Sesar Cimandiri Segmen Barat bergerak ke arah barat-timur dan membentang dari Pelabuhan ratu hingga Perbukitan Walat.

Kedua, Sesar Cimandiri Segmen Timur yang bergerak ke arah timur laut-barat daya, membentang dari perbatasan Sukabumi-Cianjur hingga Gunung Tangkuban Perahu di Bandung Utara.

Sementara itu, riset yang dilakukan Geoteknologi LIPI–kini bagian dari BRIN–, membagi Sesar Cimandiri atas lima segmen. Pertama, segmen Pelabuhan Ratu–Citarik, kemudian Citarik–Cadas Malang, dan Cicereum–Cirampo. Dilanjutkan dengan segmen Cirampo–Pangleseran, dan Pangleseran-Cibeber. Ada juga beberapa segmen di antara Cibeber–Padalarang.

Sesar ini pun dipotong oleh beberapa sesar besar lainnya, seperti Sesaat Citarik, Sesar Cicareuh, dan Sesar Cicatih. Dalam catatan Eddy Z. Gaffar dari LIPI, ketiga sesar ini melalui daerah yang cukup labil sehingga lindu pada lajur ini akan merusak daerah tersebut.

Bila ditilik dari sejarahnya, Sesar Cimandiri memiliki potensi kegempaan yang cukup besar. Bahkan gempa karena sesar tersebut tercatat sudah terjadi sejak awal 1900-an.

Mulai dari gempa Pelabuhan Ratu pada 1900, gempa Padalarang (1910), dan gempa Conggeang (1948). Hampir tiga dekade berselang, terjadi gempa Tanjungsari (1972), Cibadak (1973), gempa Gandasoli (1982), dan gempa Sukabumi (2001).