Kemenkes Siapkan 2.500 Beasiswa Untuk Tambah Jumlah Dokter Spesialis

ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/hp.
Ilustrasi dokter spesialis.
Penulis: Happy Fajrian
13/12/2022, 20.30 WIB

Pemerintah terus berupaya meningkatkan jumlah dokter spesialis di Indonesia. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut saat ini Indonesia mengalami krisis ketersediaan dokter spesialis karena kurangnya angka produksi dan tidak meratanya distribusi dokter spesialis ke seluruh fasilitas layanan kesehatan di Indonesia.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Keuangan akan menambah jumlah penerima beasiswa pendidikan dokter spesialis menjadi 2.500 beasiswa pada 2023. Beasiswa tersebut untuk dokter spesialis, sub-spesialis, termasuk fellowship lulusan luar negeri.

“Krisis dokter spesialis ini tidak cukup mampu untuk melayani kebutuhan layanan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Maka dari itu kita butuh melakukan pembaharuan sistem untuk meningkatkan jumlah produksi serta upaya pemerataan dokter spesialis di seluruh kabupaten/kota di Indonesia,” kata Menkes dalam Dialog Pertemuan Koordinasi dan Evaluasi Pendayagunaan Dokter Spesialis di Jakarta pada Selasa (13/12).

Hal ini merupakan implementasi dari transformasi sistem kesehatan pilar kelima yakni transformasi sumber daya manusia kesehatan. Beasiswa pendidikan ini diharapkan dapat mempercepat pemenuhan jumlah tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis yang nantinya dapat tersebar secara merata di seluruh pelosok Tanah Air.

“Semua ini kita upayakan agar masyarakat Indonesia mendapat layanan kesehatan yang lebih baik ke depannya,” kata Menkes.

Berdasarkan data WHO, rasio kebutuhan dokter untuk warga negara Indonesia adalah 1:1000. Sedangkan rasio untuk negara maju ada di angka 3:1000 dokter, bahkan beberapa negara berupaya mencapai rasio sebanyak 5:1000 dokter. Simak databoks berikut:

Upaya pemenuhan ini dilakukan melalui Academic Health System (AHS). Bertujuan memastikan lebih banyak dokter yang terfasilitasi untuk bisa mengenyam pendidikan dokter spesialis berbasis universitas (university based). Serta didukung pula melalui sistem baru yakni pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (hospital based).

Menkes menjelaskan bahwa pembentukan konsep pendidikan dokter spesialis melalui hospital based dapat memungkinkan adanya sistem pembayaran gaji bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) untuk mendukung upaya produksi dan pemerataan dokter spesialis.

“Objektifnya bukan untuk mengurangi produksi dalam sistem universitas melainkan untuk membuka peluang baru dan menambah jumlah produksinya melalui sistem pendidikan berbasis rumah sakit.” ujar Budi.

Sebelumnya Menkes juga mengungkapkan bahwa kurangnya dokter spesialis di Indonesia lantaran mayoritas peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis atau PPDS menjadi korban perundungan oleh dokter seniornya.

Budi mencatat kasus perundungan yang terjadi adalah dokter PPDS dipaksa membeli barang yang diinginkan dokter spesialis senior, seperti menyewa lapangan sepak bola, membeli sepatu olahraga, membelikan makanan, dan lainnya.

Praktik perundungan lainnya adalah pemberian rekomendasi dalam penerbitan Surat Izin Praktek atau SIP setelah menyelesaikan PPDS. Budi menyampaikan seorang dokter harus mendapatkan surat rekomendasi dari dokter spesialis di sebuah daerah untuk mendapatkan SIP.

Budi mendapatkan laporan sebagian dokter yang lulus PPDS tidak mendapatkan SIP. Alasannya, dokter spesialis senior di wilayahnya tidak memberikan rekomendasi karena alasan tidak menyukai secara subjektif, bukan berdasarkan keahlian.