Korupsi Pestisida, KPK Tuntut Eks Petinggi Kementan 5,5 Tahun Penjara

Arief Kamaludin|KATADATA
Komisi Pemberantasan Korupsi
Penulis: Ira Guslina Sufa
15/12/2022, 11.29 WIB

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut mantan Direktur Jenderal Hortikultura Hasanuddin Ibrahim dengan hukuman 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan. Mantan Dirjen pada periode 2010-2015 itu dituntut karena diduga melakukan korupsi pengadaan pembasmi hama yang merugikan keuangan negara Rp12,947 miliar.

"Menuntut, supaya majelis hakim memutuskan untuk menyatakan terdakwa Hasanuddin Ibrahim telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama,” kata JPU KPK Putra Iskandar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (14/12).

JPU KPK menilai Hasanuddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hasanuddin dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. 

“Terdakwa tidak mengakui terus terang atas perbuatannya. Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, tidak memperoleh atau menikmati hasil tindak pidana," ujar jaksa.

Dalam perbuatannya, Hasanuddin melakukan korupsi kegiatan pengadaan fasilitasi sarana budi daya untuk mendukung pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Program ini merupakan bagian dari belanja barang fisik lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat atau pemerintah daerah. Kegiatan berada di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian RI Tahun Anggaran 2013 berupa pengadaan pembasmi hama berbasis mikoriza untuk tanaman kentang.

Pada Oktober 2012, Hasanuddin Ibrahim meminta agar dilakukan pengadaan mikoriza untuk tanaman kentang. Hasanuddin meminta Eko Mardianto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berkoordinasi dengan Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno dan adik Hasanuddin bernama Nasser Ibrahim.

Sutrisno diketahui sebagai Direktur PT HNW yang bergerak di bidang jual beli pupuk. Adapun merek dagang yang dikuasai adalah Rhizagold dari Biotrack Technology (M) Sdn Bhd Malaysia dengan Rhizagold adalah pupuk tanaman kelapa sawit. Namun pengadaan tersebut tidak jadi dilakukan, sehingga dimasukkan kembali pada usulan tahun anggaran 2013 sebesar 225 ribu kilogram senilai Rp18,615 miliar yang akhirnya disetujui sebagai bagian anggaran TA 2013.

Bahkan pada Januari 2013 Hasanuddin menambah ketersediaan stok sebesar 40 persen dari kuantitas yang dibutuhkan untuk mengakomodasi stok Rhizagold yang sebelumnya dimiliki Sutrisno pada TA 2012. Lelang juga sudah diatur untuk dimenangkan oleh satu perusahaan yang digunakan Sutrisno yaitu PT Karya Muda Jaya dengan nilai kontrak Rp18,309 miliar.

Daftar petani kentang sebagai calon penerima bantuan juga belum dibuat untuk kegiatan tersebut, sehingga saat masa pelaksanaan pekerjaan barulah dicari petani calon penerima bantuan serta menentukan titik bagi distribusi barang.

PT KMJ lalu menerima pembayaran pada 2 April 2013 senilai Rp3,278 miliar yang merupakan pembayaran uang muka sebesar 20 persen. Hingga 62 hari kalender PT KMJ belum menyelesaikan pekerjaan 100 persen, namun pada 19 Juni 2013 PT KMJ menerima pembayaran pelunasan sebesar Rp13,115 miliar.

Dari anggaran total Ro18,309 miliar, yang digunakan Sutrisno untuk menyelesaikan pekerjaan termasuk pembelian pupuk ke Biotrack Technology (M) Sdn Bhd Malaysia. Uang itu juga digunakan untuk distribusi ke petani penerima bantuan hanyalah sebesar Rp3,477 miliar.

Perbuatan Hasanuddin pun memperkaya sejumlah pihak yaitu Eko Mardiyanto selaku PPK pada Satuan Kerja Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan sejumlah Rp1,05 miliar, Sutrisno selaku Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana sejumlah Rp7,302 miliar dan Nasser Ibrahim selaku adik kandung terdakwa Hasanuddin Ibrahim sejumlah Rp725 juta.

Ia juga disebut memperkaya pemilik PT KMJ Subhan sejumlah Rp195 juta, memperkaya CV Ridho Putra sejumlah Rp1,7 miliar, PT HNW sejumlah Rp2 miliar, dan memperkaya CV Danaman Surya Lestari sejumlah Rp500 juta. Selain itu Hasanuddin diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara totalnya sejumlah Rp12,947 miliar.

Reporter: Antara, Ade Rosman