Alasan Jokowi Larang Ekspor Bauksit: Demi Kerek Penerimaan Negara
Presiden Joko Widodo telah resmi melarang ekspor bauksit mulai Juni 2022 mendatang. Jokowi menjelaskan kebijakan ini diambil untuk meningkatkan nilai tambah industri dalam negeri hingga penerimaan negara.
Selain itu kebijakan tersebut diharapkan bisa membuka lapangan kerja, meningkatkan devisa US$ 2 miliar dan pendapatan lainnya. "Kita perkirakan pendapatan negara naik dari Rp 21 triliun menjadi Rp 62 triliun," kata Jokowi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/12).
Jokowi berkaca pada larangan nikel yang diambil pada 2020 silam. Presiden mengatakan usai peningkatan nilai tambah, ekspor produk nikel meningkat dari Rp 17 triliun pada 2014 menjadi Rp 326 triliun tahun lalu.
"Keberhasilan ini akan dilanjutkan untuk komoditas lain," kata Jokowi.
Jokowi mengatakan larangan ini tak bermaksud menunjukkan Indonesia sebagai negara yang tertutup. Ia juga mengajak investor asing masuk ke Indonesia untuk menggarap industri nikel, bauksit, tembaga, hingga timah.
"Tapi kami ingin ada pajak di dalam negeri, deviden di sini, royalti di sini, kesempatan kerja, masa tidak boleh," katanya.
Jokowi juga tak khawatir keputusannya ini digugat lagi ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ia akan tetap terus menghentikan ekspor mineral meski menghadapi tantangan. "Kalau digugat, biarkan saja. Kita setop lagi yang lain, terus saja begitu," katanya di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (21/12).
Pekan lalu, Jokowi telah membahas hilirisasi dalam Sidang Kabinet Paripurna. Salah satu yang disinggung adalah strategi hilirisasi timah dan bauksit. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan hilirisasi menjadi hal yang penting untuk memberikan nilai tambah.
"Oleh karena itu akan dijadikan hilirisasi seperti nikel, mungkin akan diberlakukan tahun depan," kata Zulkifli di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/12).