Pengakuan Ricky Rizal Soal Amankan Senjata Brigadir J, Ini Alasannya
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat Ricky Rizal atau Bripka RR menepis pernyataan Sesro Provos Divpropam Polri Sugeng Putu Wicaksono yang mengatakan Ricky mengamankan senjata Brigadir J karena Putri Candrawathi merasa terancam. Menurut Ricky Rizal, pengamanan senjata saat berada di rumah Magelang tak ada kaitan dengan Putri.
"Kesan yang disampaikan Pak Putu Wicaksono kesan yang salah, Yang Mulia, karena pengamanan senjata di Magelang atas inisiatif saya," ucap Ricky di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin.
Ricky menjelaskan bahwa inisiatif tersebut muncul setelah dirinya mendengar cerita mengenai Kuat Ma’ruf yang mengejar Brigadir J menggunakan pisau. Kejadian itu terjadi usai Ricky dan menemukan Kuat berada di samping Putri yang baru saja terkapar di lantai dua rumah Magelang.
"Maka saya berinisiatif mengamankan senjata Yosua. Jadi, kesan yang disampaikan Pak Sugeng hanya asumsi beliau saja," ucap Ricky.
Dalam persidangan tersebut, jaksa membacakan kesaksian Sugeng Putu Wicaksono tentang keterangan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf mengenai peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah. Adapun kesan yang diambil oleh Wicaksono berdasarkan cerita peristiwa di Magelang, Jawa Tengah adalah Putri Candrawathi yang merasa terancam dengan Yosua.
Menurut Putu, rasa terancam itu yang menyebabkan Ricky mengamankan senjata Yosua. Keterangan tersebutlah yang dibantah oleh Ricky Rizal. Ricky menegaskan bahwa ia mengamankan senjata milik Brigadir J bukan karena Putri Candrawathi merasa terancam.
Selain itu, dalam persidangan ini, Ricky juga menepis pernyataan Ferdy Sambo kepada Wicaksono yang mengatakan peristiwa di Magelang hanyalah ilusi.
"Saya tidak tahu apa yang menjadi maksud dan tujuan dari Pak Ferdy Sambo, tetapi kejadian di Magelang itu ada keributan yang sudah saya ceritakan, Yang Mulia," kata Ricky.
Dalam sidang hari ini, Ricky Rizal menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa. Pada perkara tersebut, Bripka RR, Kuat, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, serta Richard Eliezer atau Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua, ajudan Sambo yang saat itu masih menjabat kepala divisi profesi dan pengamanan (Kadiv Propam) Polri.
Dalam dakwaan, baik Bripka RR maupun Kuat mengetahui sejak awal rencana pembunuhan Yosua. Keduanya berperan dalam skenario yang disusun oleh Sambo. Atas perbuatannya, Bripka RR, Kuat, Sambo, Putri, dan Bharada E didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.