Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim berencana untuk menyelesaikan masalah perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau PMI pada pertengahan 2023. Strategi yang akan dilakukannya adalah digitalisasi proses penyerapan PMI.
Anwar mengatakan digitalisasi dapat meminimalisasi agen penyerap PMI di Malaysia yang mengenakan biaya terlalu tinggi pada calon PMI. Selain itu, ia berencana untuk mendigitalisasi proses pengajuan visa untuk mengurangi pekerja migran ilegal di Malaysia.
"Saya memberikan jaminan pada Presiden Joko Widodo. Saya pastikan saat berkunjung pada Juli 2023, ini dapat diselesaikan," kata Anwar dalam CT Corp Leadership Forum, Senin (9/1).
Selain digitalisasi sistem, Anwar akan merancang aturan lebih keras kepada pelaku kekerasan PMI di Malaysia. Menurutnya, aparat penegak hukum atau APH Malaysia harus menegakkan hukum bagi semua pihak tanpa mengenal status sosial maupun jabatan dalam pemerintahan.
Di sisi lain, Anwar menyampaikan penyerapan tenaga kerja asing menjadi isu yang sensitif di Malaysia lantaran pertumbuhan angka pengangguran. Berdasarkan data CEIC, angka pengangguran di Negeri Jiran berada di posisi 3,7% pada September 2022.
CEIC mendata angka pengangguran di Malaysia konsisten menurun pada November 2021 di level 4,4% menjadi 3,6% pada Juni 2022. Sebelum pandemi Covid-19, angka pengangguran di Negeri Jiran stabil di kisaran 3,2% - 3,3%.
Adapun, angka pengangguran tertinggi di Malaysia terjadi pada Mei 2020 atau mencapai 5,2%. Sementara itu, angka pengangguran terendah dialami pada September 2014 atau sekitar 2,6%.
"Pengangguran sudah meningkat sedikit di Malaysia, jadi kita ambil pekerja asing di Malaysia. Memang itu tidak populer," ujar Anwar.
Namun Anwar mengingatkan bahwa Malaysia pernah meminta Indonesia mengirimkan ilmuwan, dokter, dan guru pada 1970-1980an. Ia menilai keadaan tersebut belum berubah, namun jenis tenaga kerja yang dibutuhkan sekarang adalah tenaga kerja berkeahlian rendah.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia membekukan pengiriman pekerja migran ke Malaysia karena kasus kekerasan pada PMI. Selain itu, Malaysia tidak mengimplementasikan penyerapan menggunakan sistem One Channel System yang telah disetujui kedua negara pada April 2022.
Seperti diketahui, pembekuan pengiriman PMI bisa jadi pukulan untuk Malaysia yang bergantung dengan para pekerja asing. Lebih dari 50 persen pekerja asing mereka berasal dari Indonesia, disusul Bangladesh dan Nepal yang menyumbangkan pekerja terbanyak.
Berdasarkan data BNP2TKI pada 2021, Indonesia setidaknya mengirimkan sebanyak 1,62 juta pekerja ke Malaysia. Para pekerja ini menempati posisi di pabrik dan perkebunan yang tidak diminati oleh penduduk negara tersebut.