Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyatakan komitmen untuk menyelesaikan 11 kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur non-hukum pada tahap pertama. Menurut Yasonna, kasus-kasus pelanggaran HAM yang ada belum bisa diselesaikan melalui jalur hukum.
Menteri asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengatakan keputusan penyelesaian melalui jalur non-yudisial merupakan hasil dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu atau Tim PPHAM. Tim beranggotakan akademis dan praktisi yang dinilai Yasonna kredibel dalam penanganan kasus pelanggaran HAM.
"Ada hal-hal yang tidak bisa dilanjutkan Pro Justitia (demi hukum), tapi itu tak berarti ini kami tidak menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Sekarang kami non judisial dulu," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (12/1).
Yasonna menyampaikan pemerintah sangat ingin menyelesaikan seluruh pelanggaran HAM berat di dalam negeri. Namun ia belum bisa menjelaskan upaya menyelesaikan pelanggaran HAM berat tersebut secara hukum.
"Tergantung data dan bukti-bukti yang ada," ujar Yasonna.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menjelaskan hukum tata acara pengadilan HAM saat ini sulit dipenuhi oleh pihak kejaksaan dalam mendakwa pelanggaran HAM berat. Kejaksaan sulit membuktikan seseorang melakukan pelanggaran HAM berat karena harus proses pembuktian barang bukti yang sulit. Barang bukti yang dimaksud adalah bukti visum, korban pelanggaran HAM berat yang dimaksud, dan cara pelanggaran HAM berat dilakukan.
"Kesimpulan Komnas HAM terkait pelanggaran HAM berat nggak salah, cuman dari sudur hukum acara susah dibuktikan. Sehingga, setiap dibawa ke pengadilan ditolak dan tersangkanya dibebaskan semua. Biar DPR yang bicara, pemerintah sudah berusaha," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan akan menugaskan Komisi Nasional HAM untuk berbicara dengan DPR terkait hukum acara pengadilan pelanggaran HAM. Mahfud mencatat hukum tersebut membuat seluruh tersangka dalam pelanggaran HAM berat diloloskan oleh pengadilan.
Di sisi lain, ia menilai presiden akan menghadapi pelanggaran HAM berat tersebut berdasarkan rekomendasi yang digodok oleh Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu. Mahfud menyampaikan rekomendasi tersebut dibentuk dari sudut politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang berkembang saat ini.
Mahfud menyebutkan Presiden Jokowi akan mengundang pejabat terkait ke Istana Kepresidenan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat tersebut. Adapun, beberapa pejabat yang akan dipanggil adalah Menteri Sosial, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Keuangan, Panglima TNI, Kepala Polri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Kesehatan.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah mengakui sebelas peristiwa kejahatan hak asasi manusia atau HAM berat pada 1965-2003. Kepala Negara telah menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD untuk memulihkan hak-hak para korban.
Presiden Widodo mengatakan menaruh simpati dan empati mendalam bagi korban dan keluarga korban kejahatan HAM berat. Menurutnya, penanganan 11 kejahatan HAM berat tersebut tidak akan menegasikan penyelesaian jalur yudisial.
"Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (11/1).