Komnas HAM: Kekerasan di Papua Naik Setelah KPK Tahan Lukas Enembe

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
Tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan infrastruktur di Papua, Lukas Enembe, dibawa petugas KPK, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
14/1/2023, 15.55 WIB

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan indikasi terjadinya peningkatan aksi kekerasan, setelah Gubernur Papua Lukas Enembe ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (10/1).

Ketua Komnas HAM RI, Atnike Nova Sigiro, meminta agar semua pihak dapat menghentikan eskalasi kekerasan tersebut, dengan menghindari tindakan yang mengakibatkan konflik di Papua semakin meluas.

"Meminta semua pihak untuk tidak menyebarkan informasi provokatif yang akan memunculkan sentimen negatif dan memperkeruh keadaan," ujarnya melalui keterangan resmi dalam video di kanal Humas Komnas HAM RI, Sabtu (14/1).

Komnas HAM pun mengecam aksi kekerasan yang berlangsung beberapa hari lalu, sehingga menyebabkan banyak fasilitas umum rusak, bahkan korban jiwa.

Pihaknya juga meminta otoritas di Papua, dari Kepolisian Daerah Papua, Komando Daerah Militer 17 Cendrawasih, hingga pemerintah daerah setempat, agar dapat menciptakan situasi kondusif secara berkelanjutan.

"Melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat untuk meredam ketegangan di Papua," ungkapnya.

Secara khusus, Komnas HAM meminta aparat keamanan di Papua agar dapat menahan diri, dan tidak menggunakan kekuatan berlebihan dalam menangani unjuk rasa di sana. Terutama dengan mengedepankan langkah-langkah humanis sesuai prinsip HAM.

Terkait dengan penindakan kasus Lukas Enembe, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan lembaganya mendapatkan dukungan dari beragam tokoh masyarakat di Papua.

Menyitir laporan Antara, Firli pun menunjukkan testimoni dukungan dari empat tokoh masyarakat Papua yang memberikan dukungan. Mereka adalah tokoh adat dari Kabupaten Tolikara, Esap Bogum; kemudian Ketua Persekutuan Gereja-gereja Jayapura, pendeta Joop Suebu; lalu Ketua LMA Kabupaten Memberamo Tengah, Babor Bagabol; serta Ketua DPD KNPI Kabupaten Keerom, Samuel Yube.

Menurut Firli, penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Lukas Enembe menjadi bukti kehadiran negara untuk mewujudkan keadilan masyarakat di Papua. "Ini adalah peristiwa yang sangat bermakna bagi pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya melalui keterangan tertulis, Sabtu (14/1) seperti dikutip Antara.

"Hadirnya KPK di Papua, titik terjauh negeri kita, adalah peringatan untuk seluruh pelaku korupsi dan bukti kehadiran negara untuk keadilan masyarakat Indonesia di Papua," ujarnya menambahkan. 

Selain Lukas Enembe, KPK juga menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka dalam kasus itu.

Sebelumnya KPK menahan Gubernur Papua Lukas Enembe di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, setelah menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Papua.

KPK juga menduga Lukas Enembe telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya. Dugaan ini berdasarkan bukti permulaan adanya aliran dana sekitar Rp10 miliar.

Terlepas dari penangkapan terhadap Lukas Enembe, kondisi keuangan Pemerintah Provinsi Papua pada 2022 diperkirakan lebih lemah dibandingkan tahun sebelumnya.

Hal ini tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Papua, yang menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar Rp1,24 triliun pada 2022.

Reporter: Antara