Buruh Tolak Kebijakan ERP Jalan Berbayar, Potensi Gerus Pendapatan

123RF.com/tang90246
Penerapan electronic road pricing atau ERP di Singapura.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
20/1/2023, 16.02 WIB

Penerapan jalan berbayar elektronik/Electronic Road Pricing atau ERP di Jakarta menuai penolakan. Penolakan datang dari Asosiasi Serikat Pekerja atau Aspek Indonesia karena ERP dianggap akan memberatkan ERP.

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat mengatakan kebijakan ERP tersebut berpotensi mengurangi pendapatan buruh, khususnya kurir dan pengemudi daring.

"Ojek online atau kurir dalam sehari harus bertugas di beberapa ruas jalan berbayar, tentunya akan sangat terbebani dengan kebijakan yang tidak bijak ini," kata Mirah dalam keterangan resmi, Jumat (20/1). 

Mirah mengatakan perusahaan kurir atau ojek daring tidak akan menanggung beban tersebut. Dengan demikian, ada dua kemungkinan pihak yang akan mengemban biaya tarif ERP tersebut, yakni konsumen atau ke buruh itu sendiri.

"Saat pemerintah belum mampu memberikan lapangan pekerjaan yang luas dan banyak terjadinya pemutusan hubungan kerja, sebaiknya pemerintah jangan menambah beban hidup masyarakat," kata Mirah.

Berdasarkan data Google Play Store, aplikasi Grab dan Gojek untuk konsumen telah diunduh masing-masing lebih dari 100 juta kali. Sedangkan aplikasi Grab untuk ojek daring telah diunduh lebih dari 10 juta kali, sedangkan aplikasi Gojek untuk ojek daring baru lebih dari 5 juta kali.

Pemerintah DKI Jakarta rencananya akan menerapkan ERP secara bertahap di 25 ruas jalan di Ibu Kota. Kebijakan ini akan berlaku setiap hari selama 17 jam, yakni pada 05.00 - 22.00. Kebijakan tersebut tidak akan berlaku pada kendaraan niaga atau berplat nomor polisi berwarna kuning.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menargetkan penerapan ERP di Ibu Kota akan dilakukan pada medio 2023 atau akhir tahun ini. Rancangan peraturan terkait kebijakan ERP masuk dalam program di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) terkait pengendalian lalu lintas secara elektronik.

Tujuan kebijakan ini adalah untuk mengurangi masalah kemacetan di Jakarta serta menekan produksi emisi CO2. Namun, beberapa kendaraan kemungkinan akan dikecualikan, seperti kendaraan listrik, hingga mobil ambulans dan pemadam kebakaran.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan kebijakan tersebut akan membantu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta.

Namun, dana yang diperoleh setiap pemda, termasuk Pemprov DKI Jakarta, tidak hanya berasal dari transfer dari APBN tetapi juga dari PAD berasal dari pungutan pajak dan retribusi daerah.

"Tapi, pemprov juga kan harus mengeluarkan anggaran lebih besar seperti untuk biaya teknologi, maintenance biaya operasi hingga pengawasan," kata Tauhid saat dihubungi, Rabu (11/1).

Reporter: Andi M. Arief