Pemerintah dan 8 Parpol DPR Minta MK Tolak Sistem Pemilu Tertutup

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/rwa.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto (tengah) bersama sejumlah Hakim Konstitusi mendengarkan sumpah yang diambil dari ahli pemohon saat sidang uji Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Penulis: Ade Rosman
Editor: Yuliawati
26/1/2023, 16.09 WIB

Pemerintah dan delapan partai politik di DPR menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 mendatang. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan sistem pemilu tertutup yang diajukan pendukung Fraksi PDIP.

Dalam sidang pleno MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, mengutip pasal Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, yang menekankan kedaulatan berada di tangan rakyat.

Bahtiar mengatakan, sistem proporsional terbuka merupakan hasil musyawarah yang memperhatikan kondisi objektif proses transisi masyarakat menuju demokrasi.

Pemerintah beranggapan dengan sistem pemilu terbuka memiliki banyak manfaat dibandingkan sistem pemilu tertutup. Dia menyebutkan seperti, akan ada penguatan sistem kepartaian, budaya politik, perilaku pemilih, serta hak kebebasan berpendapat, kemajemukan ideologi, kepentingan, serta aspirasi politik masyarakat yang direpresentasikan oleh parpol.

Lebih jauh, Bahtiar juga mengatakan, perubahan mendasar sistem pemiku ketika proses persiapan sedang berjalan berpotensi menimbulkan permasalahan lainnya.

"Perubahan yang bersifat mendasar terhadap sistem pemilihan umum di tengah proses tahapan pemilu yang tengah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai maupun masyarakat," kata Bahtiar dalam sidang MK, Kamis (26/1).

Adapun, anggota Komisi III DPR RI Supriansa meminta majelis hakim MK menyatakan pasal yang digugat oleh para pemohon tak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Sikap yang dibacakan Supriansa mewakili delapan fraksi DPR, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, PPP, NasDem, Demokrat, PAN, PKB, dan PKS.

Dia juga menyebut para pemohon dalam perkara tersebut tidak memiliki legal standing dan tidak memenuhi persyaratan kerugian konstitusional.

Mengutip Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945, Supriansa mengungkapkan pentingnya keterwakilan masyarakat. Hal ini sesuai dengan sistem pemilu proporsional terbuka.

"Sistem proporsional terbuka memiliki derajat keterwakilan yang baik, karena pemilih bebas memilih wakilnya untum duduk di lembaga legislatif secara langsung dan dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya," kata Supriansa.

Adapun, pada perkara tersebut, adanya enam orang pemohon yang meminta agar sistem pemilu diubah menjadi proporsional tertutup.

Reporter: Ade Rosman