Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan pembangunan delapan pabrik pemurnian bijih bauksit anyar masih stagnan. ESDM juga menyampaikan laporan progres yang disampaikan oleh perusahaan tak sesuai dengan realitas pembangunan di lapangan.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, mengatakan bahwa sejumlah perusahaan telah melaporkan capaian pembangunan pabrik pemurnian kepada Kementerian ESDM.
Kedelapan pabrik pemurnian itu ditaksir sanggup mengolah 23,88 juta ton bijih baukit menjadi 8,98 juta ton alumina secara tahunan. Delapan pabrik pemurnian tersebut adalah milik PT Borneo Alumina Indonesia dengan kemajuan proyek 23,67%, PT Dinamika Sejahtera Mandiri 58,55%, PT Persada Pratama Cemerlang 52,61%, dan PT Sumber Bumi Marau dengan 50,05%,
Selain itu, juga ada laporan dari PT Quality Sukses Sejahtera yang menyatakan progres pembangunan pabrik pemurnian telah berjalan 57,20%, PT Parenggean Makmur Sejahtera 58,13%, PT Kalbar Bumi Perkasa 37,25%, PT Laman Mining 32,39%
"Delapan ini sedang proses, ada yang melaporkan 50%, 30%, 18%. Dan ketika diperintahkan oleh Pak Menteri untuk tinjau ke lapangan, delapan-delapannya masih tanah," kata Irwandy saat menjadi pembicara di agenda Mining for Journalist di Cisarua, Bogor pada Sabtu (25/2).
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan progres pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit belum menunjukkan kemajuan yang signifikan, bahkan cederung berantakan.
Hal ini menjadi kabar negatif mengingat larangan ekspor bauksit akan mulai berlaku pada Juni 2023. "Kemarin kunjungan di lapangan banyak yang masih berantakan smelternya, tidak sesuai apa dengan apa yang dilaporkan," kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (6/1).
Di sisi lain, sudah ada tiga pabrik pemurnian bijih bauksit eksisting yang sanggup menghasilkan 4,3 juta ton alumina dari hasil imput 13,88 juta ton bijih bausit. Tiga pabrik pemurnian itu yakni milik PT Indonesia Chemical Alumina, PT Bintan Alumina Indonesia dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery yang belakangan juga melakukan ekspansi pabrik pemurnian.
"Buat yang tidak bersungguh-sungguh membangun pabrik pemurnian pasti tidak bisa ekspor lagi," ujar Irwandy.
Adapun pelarangan ekspor mineral mentah pada pertengahan tahun ini merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Kebijakan hilirisasi produk mineral mentah diatur khusus pada Pasal 170A UU Minerba.
Irwandy meminta perusahaan menyelesaikan pabrik pemurnian sebelum tenggat waktu pelaksanaan larangan ekspor bauksit yang berjalan mulai Juni 2023. Jika tidak, kata Irwandy, hasil produksi bijih bauksit perusahaan akan tertahan karena kapasitas input pengolahan yang terbatas.
"Tambang mereka masih boleh beroperasi, tetapi hanya untuk menyuplai pabrik pemurnian yang ada di dalam negeri dan tidak mungkin UU Minerba direvisi," kata Irwandy.
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menghitung adanya potensi 40 juta ton bijih bauksit yang tak terolah imbas kebijakan larangan ekspor pada pertengahan tahun ini. Kondisi ini besar terjadi jika tidak diimbangi dengan pengadaan pabrik pemurnian baru.
Menurut APBI, hambatan utama pelaku usaha dalam pengadaan pabrik pemurnian yakni minimnya suntikan dana. Menurut APBI, dibutuhkan rata-rata belanja modal senilai US$ 1,2 miliar atau setara Rp 18,6 triliun untuk membuat satu unit smelter dengan kapasitas pengolahan 6 juta ton bijih bauksit menjadi 2 juta ton alumina per tahun.
Asosiasi juga menyampaikan bahwa sumber pendanaan atau pinjaman untuk pembangunan smelter bijih bauksit terbilang sulit. Himpunan bank milik negara atau Himbara disebut juga sulit untuk menyalurkan pinjaman kepada pelaku usaha industri bauksit.
Menanggapi hal tersebut, Irwandy menyampaikan bahwa lembaga perbankan di Tanah Air masih terbuka untuk menyalurkan kredit kepada pelaku usaha pertambangan, khususnya pada proyek pengadaan pabrik pemurnian.
"Saya punya data. Ada Bank Mandiri, Bank BNI, ada BCA yang ingin memberikan. Sampai sekarang masih jalan itu Bank Mandiri, Bank BNI juga memberikan kreditnya," kata Irwandy.