Ombudsman Republik Indonesia mendapatkan 700 pengaduan pada 2021-2022 terkait pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. Sebagian laporan tersebut adalah soal penolakan terkait kuota pelayanan kesehatan pada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Kesehatan mengatakan rumah sakit yang telah bermitra dengan BPJS Kesehatan tidak boleh menolak layanan peserta jaminan sosial tersebut. Apalagi hal ini sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Alhasil, Kemenkes menilai rumah sakit yang melanggar aturan tersebut sebagai penipuan. Kepala Pusat Pembiayaan Kemenkes Yuli Farianti mengatakan sanksi terkait hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menkes.
"Di situ terkait dengan fraud, ada sanksi mulai tertulis sampai pemutusan kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan," kata dalam diskusi “Rupa-Rupa Masalah Kuota Layanan BPJS Kesehatan", Selasa (28/2).
Namun Yuli mengatakan harus ada penyidikan lebih lanjut terkait penolakan peserta BPJS Kesehatan tersebut sebelum mendapatkan sanksi. Menurutnya, rumah sakit dapat menolak layanan kesehatan jika tidak ada tenaga kesehatan yang tersedia dan minimnya fasilitas kesehatan.
Yuli menyampaikan Kemenkes sedang melakukan mitigasi untuk mencegah praktik penipuan tersebut. Mitigasi yang dimaksud adalah mempelajari arus keuangan rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Langkah pencegahan tersebut dilakukan bersama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Harapannya hal tersebut bisa menekan potensi penipuan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Senada, BPJS Kesehatan mengatakan seluruh rumah sakit mitra tidak boleh menolak pelayanan kesehatan pada peserta. Hal tersebut sudah tertuang dalam dokumen perjanjian kerja sama antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan.
"Kalau terjadi penyimpangan, ada mekanisme pemberian sanksi mulai dari lisan, tertulis, dan pemutusan kerja sama," kata Analis Manajemen Mutu Layanan Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan Triwidhi Hastuti Puspitasari.
Selain ditolak layanan kesehatan, sebagian peserta BPJS Kesehatan pada akhirnya harus membayar tagihan rumah sakit secara mandiri. BPJS Watch mencatat peserta tersebut berkontribusi sekitar 12 persen dari total peserta.
Sebelumnya, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan penarikan biaya tambahan tersebut telah dilarang dalam Pasal 68 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Ia mengatakan masih ada rumah sakit di DKI Jakarta yang menurunkan pasien di pelayanan kelas I ke pelayanan Kelas III, tapi mengklaim biaya kelas I.
"Ini yang dibilang regulasinya betul ada, tapi faktanya 12% peserta BPJS Kesehatan masih ada yang out-of-pocket," kata Timboel kepada Katadata.co.id, Selasa (29/11).