Jimly Asshiddiqie: Hakim PN yang Putuskan Tunda Pemilu Layak Dipecat

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Anggota DPD Jimly Asshiddiqie menyampaikan pendapat saat mengikuti Sidang Paripurna DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019).
3/3/2023, 06.09 WIB

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menilai hakim Pengadikan Negeri atau PN Jakarta Pusat yang memutuskan untuk menunda Pemilu 2024 layak dipecat. Menurut dia, hakim tidak profesional dan tidak mengerti hukum Pemilu.

"Serta tidak mampu membedakan urusan private (perdata) dengan urusan urusan publik," kata Jimly dalam keterangan tertulis, Kamis (2/3).

Dia mengatakan, Pengadilan Perdata harus membatasi diri hanya untuk masalah perdata saja. Sanksi perdata cukup dengan ganti rugi, bukan menunda Pemilu yang merupakan kewenangan konstitusional KPU.

Menurut jimly, sengketa tentang proses Pemilu merupakan bukan kewenangan pengadilan perdata melainkan Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN. Sementara sengketa hasil pemilu merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi.

"Sebaiknya putusan PN ini diajukan banding dan bila perlu sampai kasasi. Kita tunggu sampai inkracht," kata Jimly.

Dia mengatakan, Hakim PN tidak berwenang memerintahkan penundaan pemilu. "Kalau amar putusannya mengubah jadwal tahapan yg bisa berdampak atau tidak pada penundaan pemilu, tetap bukan kewenangan Pengadilan Perdata utk memutuskannya," ujarnya.

PN Jakarta Pusat Putuskan Tunda Pemilu

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan yang diajukan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Pemilu. Putusan itu berdampak pada penundaan pelaksanaan pemilu 2024 yang telah dijadwalkan oleh KPU. 

Putusan penundaan pemilu tetapkan PN Jakarta Pusat atas perkara nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Gugatan diajukan Partai Prima pada 8 Desember 2022. 

"Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi  oleh tergugat," tulis majelis hakim dalam putusannya yang dikutip Kamis (2/3). 

Dalam hal hakim menerima gugatan Partai Prima selanjutnya majelis hakim menghukum KPU membayar ganti sebesar Rp 500 juta kepada penggugat. Selain itu KPU juga dihukum tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024 sejak putusan diucapkan. 

"(Tergugat) melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis majelis hakim dalam putusannya. 

Dalam pelaksanaan majelis hakim mengatakan perkara ini dapat dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta. Selain itu hakim memerintahkan KPU membayar beban perkara sebesar Rp 410 juta. 

Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyatakan akan melakukan upaya hukum atas putusan Pengadilan Negeri. "Kita banding," kata Hasyim pada Katadata.co.id.