Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur atau Partai Prima atas Komisi Pemilihan Umum dilaporkan ke Komisi Yudisial. Laporan akan disampaikan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Themis Indonesia Law Firm pada Senin (6/3).
Perludem dan Themis menilai patut diduga adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh ketiga hakim.Adapun ketiga hakim yang memutus penundaan pemilu adalah T Oyong sebagai Hakim Ketua, dua hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban.
Ketiga hakim juga dinilai menyalahi pedoman perilaku saat menangani perkara gugatan yang diregister dengan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst. Dalam putusannya majelis hakim menerima seluruh gugatan yang diajukan oleh Partai Prima. Sebagai dampaknya, KPU selaku pihak tergugat harus mengulang tahapan pemilu selama dua tahun empat bulan dan tujuh hari sejak putusan dibacakan.
Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, PN Jakpus tidak punya kewenangan untuk nenyelesaikan sengketa administrasi pemilu seperti yang dilaporkan oleh Partai Prima. Ia menyebut PN Jakpus tidak punya kewenangan untuk menentukan apakah suatu tahapan pemilu itu bisa ditunda atau tidak.
"Ini jelas sesuatu yang sangat bertentangan dengan konstitusi, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," kata Fadli dalam konferensi pers daring 'Mempersoalkan Putusan Janggal PN Jakarta Pusat terkait Penundaan Pemilu 2024', yang disiarkan dalam YouTube Sahabat ICW, dilansir Senin (6/3).
Lebih jauh, Fadli mengatakan putusan hakim PN Jakpus dalam perkara tersebut dinilai bertentangan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Hakim dinilai telah mengabulkan sebuah perkara yang bukan kewenangan absolutnya.
Tidak hanya itu, Fadli menilai ada indikasi putusan PN Jakpus tersebut merupakan salah satu bagian dari skenario beberapa kelompok yang menarasikan penundaan pemilu 2024. Hal itu terlihat dengan bergulirnya isu penundaan pemilu dalam beberapa waktu terakhir.
"Ini kan bukan sesuatu yg datang satu atau dua hari belakangan ini saja, tapi upaya-upaya dari sekelompok orang, sebagian orang yang tidak menginginkan tahapan pemilu 2024 berjalan, itu kan memang nyata adanya. Dan saya menduga bahwa putusan PN Jakpus inilah bagian dari skenario itu," kata Fadli.
Fadli menyatakan, putusan hakim dinilai keliru karena tidak terdapat situasi eksplisit yang terjadi hari ini sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Ia mengatakan, situasi yang dibawa Partai Prima ke PN Jakpus merupakan kepentingan satu parpol saja untuk ikut menjadi peserta pemilu. Padahal menurut dia waktu pelaksanaan pemilu hanya bisa diubah atau diintervensi apabila ada kegentingan.
Sebelumnya, juru bicara Komisi Yudisial Miko Ginting mengatakan tidak tertutup kemungkinan Komisi akan memanggil ketiga hakim PN Jakarta Pusat yang memutus pemilu ditunda. Namun kepastian pemanggilan baru bisa ditentukan setelah komisi menyelesaikan pemeriksaan awal.