Bank DBS: Perekonomian Indonesia Memiliki Prospek Positif di 2023

Dok DBS
Penulis: Muhammad Taufik - Tim Publikasi Katadata
7/3/2023, 13.28 WIB

Kondisi perekonomian Indonesia dianggap masih menjanjikan meski dibayang-bayangi risiko ketidakpastian ekonomi global. Dalam dua hingga tiga tahun terakhir, banyak perusahaan ingin berinvestasi dan menanamkan modalnya di Indonesia karena dianggap memiliki prospek positif.

Ekonom senior Bank DBS, Radhika Rao, dalam laporan bertajuk “Indonesia: Strong FDI Beat” mengatakan realisasi investasi langsung pada 2021 naik menjadi 9 persen yoy, di mana hal itu mendekati target Rp 900 triliun dan melonjak 10 persen.

"Banyak perusahaan yang ingin berinvestasi, tidak hanya berinvestasi di tempat biasanya mereka berinvestasi. Investor ingin berinvestasi di tempat yang lebih luas,” ujar Rao.

Realisasi tersebut didukung oleh situasi pandemi yang terus membaik, PMI manufaktur, daya apung komoditas, dan sentimen positif yang secara keseluruhan memberikan kontribusi pada peningkatan tersebut.

Ditambah lagi, hal itu diperkuat dengan kinerja keuangan yang dilakukan oleh pemerintah selama pemulihan ekonomi di masa pascapandemi.

Sementara itu dalam laporan bertajuk “DBS Focus Indonesia 2023 Outlook: Setting sights higher” Bank DBS mengatakan Indonesia kian mendapat tempat di kancah internasional, setelah berhasil menyelenggarakan presidensi G20. Bahkan Indonesia menjadi satu-satunya negara ASEAN yang menjadi anggota G20.

Selain itu di masa pandemi, otoritas Indonesia memiliki rencana jangka panjang guna mendongkrak lanskap perekonomian dari yang didominasi oleh komoditas hulu dan lantas beralih ke pengolahan hilir dan manufaktur.

Bertolak dari hal tersebut, Indonesia memiliki potensi kuat sekaligus mendapat peluang strategis untuk melakukan ekspansi di bidang manufaktur. “Ini memberikan peluang yang sangat strategis bagi Indonesia untuk berekspansi," tulis laporan tersebut.

Di sisi lain, pengeluaran rumah tangga kemungkinan besar akan kembali normal di 2023 karena beberapa faktor eksternal, terutama setelah menilik dinamika dan geopolitik yang mendongkrak harga komoditas secara tajam.

Adapun inflasi pada 2022 mencapai 5.5 persen yoy, tertinggi dalam 8 tahun terakhir. Sedangkan target awal inflasi BI sendiri berada di kisaran 2-4 persen.

Selanjutnya, pada akhir 2022 lalu, Bank Indonesia dalam empat bulan terakhir telah menaikkan suku bunga acuan dari 3,5 persen menjadi 5,25 persen. Stakeholder terkait juga memilih menahan tekanan depresiasi pada rupiah yang diprediksi Bank DBS akan berada di angka 6.0 persen pada awal 2023.

Terkait hal itu, pemerintah juga diprediksi bisa mengelola lebih baik sehingga dapat turun ke level 4 persen secara tahunan atau lebih rendah dari 2022 yang telah mencapai 5 persen.

“Bagaimanapun, Indonesia siap hadapi akhir tahun dengan tingkat inflasi tertinggi di atas delapan tahun. Konon, tekanan harga tidak terlalu merugikan dari yang sebelumnya ditakuti setelah 30 persen kenaikan harga bersubsidi,” tulis laporan tersebut. 

Lain dari itu, upah minimum bakal naik sebesar rata-rata 7,4 persen. Kondisi tersebut diperkuat dengan peningkatan tertinggi yang mencapai 10 persen di 2023, selepas pertumbuhan rata-rata hanya mencapai 1 persen dari 2021 hingga ke 2022.

Sementara itu ekspor negara diprediksi akan melambat di 2023 dibandingkan 2022 lantaran harga-harga komoditas unggulan Indonesia diperkirakan akan menurun, kendati tidak kembali ke level sebelum pandemi.

“Inflasi akan lebih baik dan berpotensi turun lebih cepat di 2023. Sedangkan pada semester I 2023 inflasi bisa lebih tinggi, tetapi bisa juga lebih rendah di semester II 2023,” menurut laporan itu.