PT Pertamina memutuskan untuk merelokasi warga yang bermukim di wilayah buffer zone depo Plumpang, Jakarta Utara. Di saat yang sama, Pertamina akan mengurangi sebagian kapasitas BBM depo tersebut dengan membangun depo baru di lahan milik PT Pelindo.
Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati, menyampaikan bahwa perseroan tak mungkin menutup atau memindahkan lokasi Terminal BBM Plumpang seluruhnya ke lokasi lain. Alasannya, depo tersebut menyuplai sekitar 20% kebutuhan BBM harian di Indonesia dengan total tangki penyimpanan BBM mencapai 324.535 kiloliter (kl).
"Kalau ditanya apakah warganya yang direlokasi atau terminalnya, jawabannya adalah (rumah) dan (depo). (Rumah) yang di sini adalah untuk buffer zone. Karena TBBM Plumpang tidak bisa kita tutup karena berpengaruh pada ketahanan suplai nasional," kata Nicke dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI pada Selasa (14/3).
Keputusan untuk membangun buffer zone merupakan hasil kesepakatan yang berawal dari dua opsi yang ditawarkan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi kebakaran berulang di terminal BBM tersebut.
"Pertamina mohon dukungan agar pembangunan buffer zone untuk keselamatan warga dan keamanan operasional Pertamina bisa kami jalankan. Berapa luasnya ada standar safety yang harus dipenuhi," ujar Nicke.
Selain membangun buffer zone, Pertamina juga berencana untuk membangun TBBM baru di Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara di lahan milik PT Pelindo seluas 32 hektar. Depo BBM itu akan dibangun di kawasan industri yang terletak di Pulau Reklamasi dengan julukan green multi purpose terminal atau terminal hijau serbaguna.
Pembangunan Depo Kalibaru ditarget memakan waktu 2 hingga 3 tahun, dihitung sejak masa konstruksi awal pada 2024. "Sehingga terminal baru itu baru jadi 4 sampai 5 tahun kemudian. Itu sangat penting untuk menjaga operasional di Plumpang serta keamanan dan keselamatan warga di sektiar Plumpang," ujar Nicke.
Hal serupa sebelumnya disampaikan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arrangga. Dia beranggapan pemindahan Depo Plumpang dinillai sebagai kebijakan yang cenderung populis namun tidak strategis. Pemindahan sulit dilaksanakan mengingat peran depo yang sangat vital terhadap pasokan BBM nasional.
“Depo itu tidak berdiri sendiri, memindahkan Depo Plumpang berarti ikut memindahkan fasilitas penunjang seperti infrastruktur pemipaan,” kata Daymas saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (7/3).
Depo Plumpang memiliki jaringan pipa yang tersambung pada infrastruktur Kilang Balongan yang berlokasi di Indramayu, Jawa Barat. Selain itu, Depo Plumpang juga menjadi terminal bagi BBM yang dikirim dari Kilang Cilacap, Jawa Tengah melalui jalur laut. Lebih lanjut, kata Daymas, Depo Plumpang merupakan aset vital nasional.
Menggeser Depo BBM dapat menimbulkan konsekuensi negatif pada distribusi BBM. Pencegahan bencana kebakaran bisa dihindari dengan merelokasi warga yang bermukim di sekitar area Depo ke lokasi yang lebih aman dan stategis.
“Merelokasi masyarakat ke tempat yang lebih aman dan sesuai tata ruang wilayah lebih mudah dan murah ketimbang memindahkan depo,” ujar Daymas.
Usul pemindahan Depo Plumpang berawal dari penyataan Menteri BUMN Erick Thohir yang menyampaikan bahwa pemerintah akan merelokasi depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, ke lahan milik PT Pelindo.
Relokasi tersebut itu diproyeksikan membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun. Pemindahan depo Pertamina Plumpang dilakukan untuk menghindari kebakaran yang telah terjadi dua kali pada 2009 dan 2023.