Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berencana akan menggenjot produksi tilapia, alias ikan nila. Ceruk pasar ekspor ikan nila tergolog bagus dan tidak terdampak resesi global.
Dalam skala perdagangan internasional, komoditas perikanan ekspor teratas masih dikuasai udang, tuna, cakalang, sotong, gurita, dan kepiting. Meski begitu permintaan pasar terhadap komoditas ikan nila juga meningkat.
Trenggono berambisi Indonesia ikut unggul dalam pasar perdagangan ikan global.
“Kita ingin ada lima komoditas yang sangat kuat di internasional, yakni udang, lobster, kepiting, tilapia dan rumput laut,” ujar Trenggono dalam acara pencanangan Bulan Mutu Karantina di Semarang, Minggu, (19/3).
Kegiatan Bulan Mutu Karantina kali ini bertajuk “Peran Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) dalam Penjaminan Ikan Sehat, Bermutu, dan Bebas Mikroplastik”.
Strategi menggenjot produksi ikan nila mengacu pada kebutuhan internasional yang tinggi, mencapai USD13,9 miliar pada tahun 2023 ini.
Tak mau kalah dengan negara pengekspor ikan terbesar seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Cina, Trenggono ingin agar Indonesia ikut mengisi pasar perdagangan ikan internasional.
“Negara yang paling besar (ekspor ikan), ya Amerika Serikat, Jepang, kemudian China. Tidak menutup kemungkinan wilayah Eropa ya yang secara spesifik sudah cukup bagus," katanya.
Apalagi, Indonesia merupakan negara maritim yang punya potensi perikanan besar. Seperti yang dilihat Trenggono di kawasan Pantai Utara Jawa Tengah yang cocok untuk mengembangkan nila, selain sebelumnya udang.
“Kita genjot di sini agar budidayanya menjadi lebih bagus. Jalur Pantai Utara dulu mengembangkan udang, tapi wilayahnya sudah tidak bagus. Jadi kita geser, revitalisasi menjadi nila,” terangnya.
Menurut Trenggono, permintaan internasional terhadap ikan terus meningkat, tidak terdampak resisi meski di sektor budidaya lain seperti udang di Amerika mengalami sedikit penurunan.