Benny Harman Sentil Unsur Politis di Balik Polemik Transaksi Rp 349 T
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Benny Kabur Harman memastikan akan hadir dalam rapat dengar pendapat bersama Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud sekaligus menjawab tantangan Mahfud agar Benny hadir dalam RDP Komisi Hukum yang digelar, Rabu (29/3) besok.
"Saya datang. Pasti saya datang. Pasti saya akan tanyakan, saya minta Pak Mahfud tidak boleh ewuh pakewuh karena dia sudah mulai mengungkapkan itu," kata Benny kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/3).
Sebelumnya, Mahfud MD melalui cuitan di akun Twitter pribadinya menantang Benny bersama Arteria Dahlan dan Arsul Sani untuk sama-sama hadir dalam rapat dengar pendapat. Rapat itu akan membahas pernyataan Mahfud mengenai transaksi janggal senilai Rp 349 triliun yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan.
Menurut Benny, pada RDP Komisi III DPR akan meminta kejelasan dari Mahfud terkait transaksi ratusan triliun rupiah yang dimaksudnya. Benny Heran kenapa Mahfud baru mengungkap data tersebut ke publik padahal ia menjabat sebagai Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
"Apakah itu ada atau tidak. Terus kalau ada, mengapa selama ini tidak diproses? Padahal Pak Mahfud itu ketua komite (TPPU) sekaligus Menko Polhukam," kata Benny.
Benny menilai sebagai Ketua Komite TPPU Mahfud seharusnya melapor pada aparat penegak hukum dan bukan membeberkannya kepada publik. Lagipula Mahfud dinilai punya kapasitas untuk menyelesaikan masalah yang diendusnya dan bukan sekadar ribut ke publik.
“Dia dikasih kuasa yang melekat padanya sebagai Menko Polhukam maupun sebagai ketua Komite, bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah ini," kata Benny lagi.
Adapun berdasarkan data Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Mencurigakan, sepanjang 2022 PPATK menerima 90.742 laporan transaksi mencurigakan dari pihak-pihak tersebut. Adapun jumlah laporan ini menjadi rekor tertinggi dalam 10 tahun terakhir, seperti terlihat pada grafik.
Bernuansa Politis
Lebih jauh, Benny merasa heran dengan keputusan Mahfud yang mengumumkan kecurigaannya tersebut kepada publik luas. Selain itu, Benny juga mempertanyakan Mahfud dengan posisinya sekarang apakah pernah melaporkan masalah tersebut pada Presiden Joko Widodo. Padahal menurut Benny, sebagai pembantu presiden Mahfud bertanggung jawab menjaga stabilitas pemerintahan.
“Apabila tidak ada kejelasan tentang pernyataan dia bahwa ada Rp 347 triliun dana ilegal yang beredar di Kemenkeu maka ini bukan tidak mungkin akan mengganggu stabilitas keuangan negara," kata Benny.
Lebih lanjut, Benny mengatakan akan mengorek bilamana terdapat aliran dana ilegal lainnya. Menurut Benny Komisi III DPR akan meminta penjelasan sumber dana tersebut bila memang ada. Dia menyebut bila Mahfud tidak bisa membuktikan ucapannya, maka tidak ada yang bisa mencegah berbagai anggapan dari publik, termasuk anggapan yang disangkutkan dengan politik.
"Apakah dia punya motif untuk menyingkirkan Sri Mulyani, atau menyingkirkan tokoh-tokoh tertentu, atau apa" kata Benny lagi.
Selain menghadirkan Mahfud, Komisi III juga akan mengundang Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebagai anggota Komite TPPU. Sedianya RDP Komisi III DPR dengan Menkopolhukam Mahfud MD digelar pada Jumat (24/3).
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan rapat diundur karena penyesuaian jadwal mengikuti mekanisme di DPR. Dasco mengatakan pimpinan DPR menyerahkan sepenuhnya teknis dan poin yang akan dibahas dalam RDP pada Komisi Hukum DPR.
Mahfud MD telah menyatakan kesiapan untuk hadir dalam RDP bersama komisi Hukum DPR. Ia mengatakan akan memberikan klarifikasi terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun yang diungkap oleh PPATK.
“Pokoknya, saya Rabu (29/3) datang, nanti yang ngomong-ngomong keras supaya datang juga,” kata Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu tidak mempermasalahkan adanya polemik imbas penjelasannya kepada publik soal adanya transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan. Ia juga tak mempersoalkan laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Bareskrim Polri.