Kejagung Ungkap Modus Korupsi Dapen Pelindo, Libatkan Direktur Utama

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi berbicara dalam konferensi pers di Gedung Puspenkum Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (13/3/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
10/5/2023, 07.40 WIB

Kejaksaan Agung mengungkap modus dugaan korupsi pengelolaan Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) PT Pelabuhan Indonesia pada periode 2013 sampai 2019. Dalam perkara ini kejagung telah menetapkan enam orang tersangka. 

“Untuk mempercepat proses penyidikan, keenam orang tersangka dilakukan penahanan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana seperti dikutip Rabu (10/5). 

Ketut mengatakan tersangka pertama adalah Edi Winoto (EWI) yang merupakan Direktur Utama DP4 periode 2011 sampai 2016. Selanjutnya Khamidin Suwarjo (KAM) selaku Direktur Bidang Keuangan dan Investasi DP4 periode 2008 sampai  2014,  Umar Samiaji (US) yang merupakan Manajer Investasi DP4 periode 2005-2019 dan Imam Syafingi (IS) yang merupakan Staf Investasi Sektor Ril di DP4 periode 2012-2017. 

Nama lain yang turut ditetapkan sebagai tersangka adalah Chiefy Adi Kusmargono (CAK) yang merupakan Dewan Pengawas DP4 tahun 2012. Selain lima  tersangka dari pihak internal DP4, Kejaksaan juga menetapkan tersangka dari eksternal yaitu Ahmad Adhi Aristo (AHM) selaku makelar tanah dari pihak swasta.

Ketut menjelaskan dalam pelaksanaan program pengelolaan DP4, telah dilakukan investasi pada pembelian tanah serta penyertaan modal pada PT Indoport Utama (IU) dan PT Indoport Prima (IP). Kejaksaan menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 148 miliar. 

Peran Tersangka Korupsi Dana Pensiun Pelindo

Ketut menjelaskan dalam dugaan korupsi para tersangka memiliki peran berbeda. Edi Winoto dinilai secara melawan hukum telah menyetujui pembelian tanah tanpa didasari Standar Operasional Prosedur (SOP). 

Dalam pelaksanaannya Edi berdalih melakukan penyertaan modal ke PT Indoport Prima dan Indoport Utama di mana ia menjabat sebagai komisaris. Dengan begitu uang dapat dikeluarkan dan mendapat keuntungan secara tidak sah.

Selanjutnya Khamidin telah secara melawan hukum menyetujui pengeluaran dana untuk pembelian tanah dan penyertaan modal tersebut. Padahal penyertaan modal dilakukan dengan tidak mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP). Sedangkan Umar dan Imam secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum mengusulkan investasi yang tidak sesuai SOP.

“US dan IS menerima keuntungan secara tidak sah atas perbuatan tersebut,” ujar Ketut, 

Adapun tersangka Chiefy menurut Ketut telah secara melawan hukum tidak memberikan saran, pendapat, evaluasi, dan monitoring yang sesuai arahan investasi. Ia pun turut menerima keuntungan tidak sah atas perbuatan tersebut. Sedangkan tersangka Ahmad yang merupakan makelar juga mendapat keuntungan. 

Menurut Ketut Ahmad mendapat fee secara tidak sah untuk pembelian tanah di Depok dan Palembang.Menurut Ketut dalam pelaksanaan program ditemukan adanya fee makelar dan harga tanah dimark-up. Perbuatan ini menyebabkan kelebihan dana yang diterima oleh tim pengadaan tanah pada pembelian tanah di Salatiga, Palembang, Tangerang, Tigaraksa, dan Depok.

“Dengan dalih melakukan investasi penyertaan modal ke PT Indoport Utama (PT IU) dan PT Indoport Prima (PT IP) agar uang dapat dikeluarkan, namun pada akhirnya tidak dipertanggung jawabkan penggunaannya,” ujar Ketut.

Akibat perbuatannya, para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.