Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat menjatuhkan hukuman pidana delapan tahun penjara kepada Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati. Sudrajat terjerat pidana dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung atau MA.
Hakim Ketua Yoserizal mengatakan Sudrajad terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Hakim menilai Sudrajad menerima suap sebesar 80 ribu dolar Singapura dalam kasus itu.
Selain dipidana penjara 8 tahun, Sudrajat juga divonis membayar denda Rp 1 Miliar. Meski begitu putusan yang dijatuhkan hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta vonis 13 tahun penjara untuk Sudrajat.
“Apabila denda itu tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan," kata Yoserizal saat membacakan putusan di PN Bandung, Selasa (30/5).
Dalam putusannya, hakim menyebut hal yang memberatkan hukuman bagi Sudrajad adalah tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Hakim Agung nonaktif itu juga disebut merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi Mahkamah Agung.
Hakim juga meyakini Sudrajat menikmati hasil suap yang dilakukan. Di sisi lain, hal yang meringankan adalah karena ia bersikap sopan selama persidangan. Selain itu hakim mempertimbangkan statusnya yang masih memiliki tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Hakim meyakini Sudrajad telah menerima uang suap itu dari Elly Tri Pangestuti selaku ASN di Mahkamah Agung. Elly merupakan salah satu perantara aliran suap itu yang berasal dari Heryanto Tanaka yang menginginkan agar Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili perkara Nomor 874 KPdt.Sus-Pailit/2022 agar perkaranya dikabulkan.
Sementara itu, Hakim anggota Benny Eko menyebut Sudrajad dan Elly tidak memiliki hubungan yang tidak harmonis sehingga hakim yakin pemberian uang itu bukan untuk menjerumuskan Sudrajad.
"Majelis hakim berkeyakinan terdakwa telah menerima 80 ribu dolar Singapura," kata Benny.
Dalam putusannya, majelis hakim menyebut Sudrajad terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 12 huruf c jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
Lanjutkan Proses Etik
Juru Bicara Komisi Yudisial Miko Ginting mengatakan lembaganya menghormati vonis yang diterima Sudrajat Dimyati. Menurut Miko, Majelis Hakim sudah pasti memiliki pertimbangan tersendiri dalam menjatuhkan vonis dengan berdasarkan minimal dua alat bukti.
Miko mengatakan selain area pemeriksaan dalam kerangka sistem peradilan pidana, Komisi Yudisial juga akan melanjutkan pemeriksaan dalam wilayah etik. Menurut Miko Komisi juga akan menjadikan putusan pengadilan sebagai acuan.
“Putusan ini akan menjadi basis untuk Komisi Yudisial melanjutkan proses etik yang sudah berjalan,” ujar Miko.