Satu Hakim MK Berbeda Pendapat, Ajukan Sistem Pemilu Terbuka Terbatas
Mahkamah Konstitusi telah menolak gugatan atas sistem pemilihan umum. Meski demikian, satu hakim konstitusi yakni Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Arief menyatakan sebagian permohonan dari penggugat beralasan menurut hukum. "Karenanya harus dikabulkan sebagian," kata Arief dalam pembacaan putusan MK di Jakarta, Kamis (15/6).
Arief mengusulkan pemilu digelar dengan sistem proporsional terbuka dan terbatas pada 2029. Hal ini karena saat ini seluruh aturan dan persiapan Pemilu 2024 telah berjalan.
"Setelah lima kali pemilu, perlu evaluasi perbaikan dan perubahan dari proporsional terbuka ke terbuka dan terbatas," katanya.
Ia mengatakan perubahan sistem diperlukan karena pemilihan saat ini menunjukkan rapuhnya demokrasi. Dalam penjelasannya, Arief mengatakan sistem terbuka membuat calon anggota legislatif bersaing tanpa etika, menghalalkan segara cara, serta menimbulkan konflik yang tajam di tengah masyarakat.
Arief juga sepapakat dengan pendapat ahli yakni Mada Sukmajati yang meminta peralihan sistem pemilu karena lebih efisien untuk anggaran. Arief juga menyampaikan sejumlah alternatif dalam skema terbuka terbatas.
Alternatif pertama, logo partai dan foto caleg tetap terpampang di surat suara. Namun penentuan calon didasarkan daulat partai dengan sistem nomor urut, kuota 30% caleg wanita, dan suara terbanyak bagi caleg lainnya. Adapun, caleg perempuan ditaruh pada nomor urut kecil.
Opsi kedua, mencantumkan logo partai politik dan daftar nama caleg berdasarkan nomor urut. Namun, penentuan nomor urut yang disusun berdasarkan seleksi ketat oleh partai politik.
Sedangkan alternatif ketiga, logo partai dan daftar nama caleg tetap terpampang dalam surat suara. Namun mekanisme pemilihan seperti Pemilu 2004 yakni calon yang mencapai Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) terpilih.
Sebelumnya, MK telahmemutuskan sistem pemilu tetap terbuka. Ini berarti sistem pemilu akan tetap berlangsung terbuka dan tidak tertutup alias mencoblos partai.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan MK di Jakarta, Kamis (15/6).
Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam pemohon adalah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto , dan Nono Marijono.